Selasa, 09 Juni 2015

MENGIDENTIFIKASI PREFIKS BAHASA BANJAR DAN BAHASA INDONESIA PADA CERITA MANUSIA MENJADI JIN


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui proses prefiks yang benar pada sebuah kata, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar. Mengurangi kesalahan penggunaan prefiks yang sering terjadi pada karya tulis di media cetak. Selain pada karya tulis di media cetak kesalahan juga terjadi pada percakapan sehari-hari.
Beberapa editor keliru dengan pembubuhan afiks pada karya tulis di media cetak. Contohnya proses prefiks meN + C dan B, pada huruf C dan B mengalami perubahan dan penambahan  bunyi. Pada kenyataannya proses tersebut diabaikan. Contohnya meN + cat = mengecat tetapi sering disebut mencat.
Pada pelajaran bahasa Indonesia tentang imbuhan awalan dan akhiran harusnya lebih detail. Dalam penelitian ini peneliti akan mengenalkan proses pembentukan awalan (prefiks) dalam bahasa Indonesia dan bahasa Banjar. Untuk mengurangi kebiasaan penggunaan afiksasi yang salah dalam karya tulis di media cetak. Contohnya meN + cuci = mencuci tapi ada beberapa yang menggunakan kata menyuci. Dengan masalah demikian penulis mencoba mengadakan penelitian yang berjudul “Mengidentifikasi  Prefiks Bahasa Banjar dan Bahasa Indonesia Pada Cerita Manusia Menjadi Jin.
                                                                                                        
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan masalah dalam penelitian ini:
1.    Bagaimana proses prefiks bahasa Banjar dan bahasa Indonesia pada cerita Manusia Menjadi Jin?
2.    Bagaimana perbandingan prefiks ber- dalam bahasa Indonesia dengan prefiks ba- dalam bahasa Banjar pada cerita Manusia Menjadi Jin?

C.  Tujuan
Tujuan saya untuk melakukan penelitian ini yaitu:
1.    Mendeskripsikan proses prefiks bahasa Banjar dan bahasa Indonesia pada cerita Manusia Menjadi Jin.
2.    Mendeskripsikan perbandingan prefiks ber- dalam bahasa Indonesia dengan prefiks ba- dalam bahasa Banjar pada cerita Manusia Menjadi Jin.
D.  Manfaat Penelitian
a.    Manfaat Teoritis
 Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dalam bidang Morfologi. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dalam pengajaran bahasa Indonesia. Khususnya tentang proses pembentukan prefiks. Serta dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi penelitian berikutnya. Tidak menutup kemungkinan pula, bagi peneliti lain nantinya, untuk melanjutkan penelitan ini dengan cakupan yang lebih luas.
b.   Manfaat Praktis
1.      Bagi remaja, menambah wawasan  pengetahuan tentang prefiks.
2.      Bagi penulis, karya ilmiah ini dijadikan bahan pelajaran dalam bahasa Indonesia.
3.      Bagi masyarakat,  memberikan  informasi tentang proses prefiks.
4.      Bagi peneliti, memberikan gambaran faktual kepada pemakai bahasa mengenai makna kata dalam karya tulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Proses Prefiks
Sebelum mengenal lebih jauh tentang prefiks pada cerita Manusia Nang Jadi Jin, alangkah baiknya kalau kita mengenal terlebih dahulu dari segi arti prefiks itu sendiri. Awalan (prefiks / prefix) adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan (prefiks) ini di sebut prefiksasi (prefixation). Prefiks mengandung arti imbuhan yang ditambahkan pada bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar (KBBI : 1997 : 786).
Jadi, prefiks bisa diartikan sebagai pembentukan kata dengan menambahkan afiks atau imbuhan di depan bentuk dasarnya atau juga proses pembentukan kata yang dilakukan dengan cara membubuhkan atau menambahkan  afiks di depan bentuk dasarnya.
Prefiks meN-
Contoh :
meN- + makan                        memakan
meN- + ramaikan                    meramaikan
MeN- + tanam             menanam
meN- + datang                        mendatang

Prefiks peN-
Contoh:
peN- + ramal                           peramal
peN- + waris                            pewaris
peN- + datang                          pendatang
peN- + tanam                           penanam

Prefiks ber-
Misalnya:
ber- + ranting                            beranting
ber- + rantai                              berantai
ber- + main                               bermain
ber- + dasi                                berdasi


Prefiks ter- dan di-
Contoh:
  (1) Burhan ditangkap polisi (2) Buku itu terbawa lola kemarin.
Tidak ternilai                : tidak dapat dinilai
Tidak terduga               : tidak dapat diduga
Menyatakan makna paling. Misalnya: tertinggi, terluas,terpandai.

Prefiks ke-
Prefiks ke- tidak mengalami perubahan jika digabungkan dengan bentuk dasar.
Prefiks ke- berfungsi membentuk kata benda dan juga kata bilangan. ke- membentuk kata benda, Misalnya, ketua, kehendak, dan kekasih. Ke- membentuk kata bilangan, misalnya, keempat, kelima, keenam.
Makna prefiks ke-:
Menyatakan kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasarnya:
Kedua (orang)             : kumpulan yang terdiri atas dua orang
Menyatakan urutan.
Misalnya:        
Ia menduduki ranking kedua

B.  Perbandingan Prefiks Ber- dalam Bahasa Indonesia dengan Prefiks Ba- dalam Bahasa Banjar

1.    Prefiks Ber- dalam Bahasa Indonesia
a.     Bentuk prefiks ber- dalam bahasa Indonesia
            Bentuk prefiks ber- dalam bahasa indonesia dipengaruhi oleh fonem awal bentuk dasar kata yang mengikutinya. Hal ini dapat dilihat dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992 : 91), yaitu :
1.    Prefiks  ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada bentuk dasar yang bermula dengan fonem  /r/. Misalnya:
Ber- + ranting                    beranting
Ber- + rantai                      berantai
ber- + runding                   berunding

2.    Prefiks ber- berubah menjadi be- jika ditambahkan pada kata dasar yang suku kata pertamanya berakhiran dengan /ar/. Misalnya:
Ber- + kerja                            bekerja
Ber + serta                             beserta
 Ber + pergi + an                     bepergian

3.    Prefiks ber- berubah menjadi bel- + jika dirangkaikan dengan kata ajar atau unjur. Misalnya :
Bel- + ajar                             belajar
Bel- + ujur                             belunjur

b.   Fungsi prefiks ber- dalam bahasa Indonesia
Prefiks ber- dalam bahasa Indonesia berfungsi membentuk verba, biasanya verba intransitif.
Contoh dalam kalimat :
1.    Berjemur              Buaya berjemur kalau matahari terbit
2.    Berdiri                  Peserta yang hadir berdiri ketika menyanyikan lagu kebangsaan
3.    Bertinju                Ahmad bertinju diatas ring.

c.    Makna prefiks ber- dalam bahasa Indonesia
            Menurut Ambary (19984 : 76) prefiks ber- mempunyai makna, yaitu:
  1. Menyatakan makna “mempunyai” sesuatu, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bernama                      ‘mempunyai nama’
Berambut                    ‘mempunyai rambut’
Berwajah                     ‘mempunyai wajah’

Contoh dalam kalimat :
Anak Pak Husin bernama Hasan.
Anak saya berambut lurus.
Gadis itu berwajah oval.


  1. Menyatakan makna “memakai, mengendarai”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersepeda                   ‘memakai sepeda’
Bersepatu                    ‘memakai sepatu’
Berbaju                        ‘memakai baju’

Contoh dalam kalimat :
Andi pergi ke sekolah bersepeda
Ahmad bersepatu baru
Adik berbaju sendiri.

  1. Menyatakan makna “mengerjakan atau mengusahakan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersawah                    ‘mengerjakan sawah’
Berkebun                     ‘mengerjakan kebun’
Berternak                    ‘mengusahakan ternak’

Contoh dalam kalimat :
Petani desa rajin dalam bersawah.
Pemerintah menyarankan berkebun agrobisnis.
Pak Harun berternak sapi.

  1. Menyatakan makna “mengeluarkan atau menghasilkan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bertelur                       ‘menghasilkan telur’
Berbunyi                     ‘mengeluarkan bunyi’
Bersuara                      ‘mengeluarkan suara’

Contoh dalam kalimat :
Ayam peliharaan ayah bertelur.
Sirena ambulan berbunyi.
Bayi yang baru lahir tidak bersuara.

  1. Menyatakan makna “melakukan” sesuatu, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berjudi                                    ‘melakukan judi’
Bekerja                        ‘melakukan kerja’
Berbelanja                   ‘melakukan belanja’

Contoh dalam kalimat
Ahmad berjudi di Hotel Arum.
Mahmud bekerja di pelabuhan.
Ibu berbelanja di pasar pagi.

  1. Menyatakan makna “berada dalam keadaan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berduka                      ‘dalam keadaan duka’
Bersedih                      ‘dalam keadaan sedih’
Bergembira                  ‘dalam keadaan gembira’
Berbahagia                  ‘dalam keadaan bahagia’

Contoh dalam kalimat :
Ali berduka setelah ditinggal ibunya.
Wati bersedih ketika ditinggal kekasihnya.
Nenek bergembira dengan kehadiran cucunya.
Pengantin baru itu berbahagia.

  1. Menyatakan makna “terkumpulan atau terjadi” dari, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersatu                        ‘menjadi satu’
Bertiga                                    ‘terkumpul tiga orang’
Berlima                        ‘terkumpul lima orang’
            
Contoh dalam kalimat :
Mari bersatu untuk kemajuan negara ini.
Polisi meringkus satu dari bertiga kawanan perampok itu.
Laki-laki yang berlima itu sangat akrab.

  1. Menyatakan makna “pekerjaan berbalasan (resiprok)”, sepeti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bertinju                       ‘saling meninju’
Berunding                   ‘saling runding’
Berdamai                     ‘saling damai’
     
Contoh dalam kalimat :
M. Ali bertinju dengan lawannya.
Anggota dewan berunding dengan wakil rakyat yang melakukan demo.
Pemerintah R.I dan GAM sepakat untuk berdamai.

  1. Mengandung makna “pekerjaan mengenai diri (refleks)”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bercermin                    ‘menggunakan cermin untuk diri sendiri’
Berdandan                  ‘mendadani diri’
Berhias                        ‘menghias diri’
    
Contoh dalam kalimat :
Ali bercermin untuk melihat kerapian pakaiannya.
Anak perempuan itu berdandan agar lebih cantik.
Ibu berhias sebelum pergi ke undangan.

  1. Mengandung makna “menunjukkan sudah di”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar,  misalnya :
Berjahit                       ‘sudah dijahit’
Bertambal                    ‘sudah ditambal’
                
Contoh dalam kalimat :
Sarung yang baru dibeli berjahit.
Baju yang dipakai gepeng bertambal banyak.


  1. Mengandung makna “sebagai mata pencaharian”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berdagang                               ‘mata pencaharian dagang’
Bertani                                     ‘mata pencaharian sebagai tani’
Bertanam kopi                         ‘mata pencaharian tanam kopi’

Contoh dalam kalimat :
Ayah Mamat berdagang
Penduduk Indonesia sebagaian besar hidupnya bertani.
Masyarakat Sulawesi sebagian besar penduduknya bertanam kopi.

  1. Menyatakan makna “memanggil”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berkakak                                 ‘memanggil kakak’
Beribu                                     ‘memanggil ibuu’
Beradik                                   ‘memanggil adik’
         
Contoh dalam kalimat :
Anak kecil itu berkakak padaku.
Temanku beribu pada ibuku.
Orang tua itu beradik pada yang lebih tua.


2.    Prefiks Ba- dalam Bahasa Banjar
a.    Bentuk prefiks ba- dalam bahasa Banjar
            Bentuk prefiks ba- dalam bahasa Banjar dipengaruhi oleh bentuk dasar kata yang dilekatinya, apabila prefiks ba- lekatkan pada bentuk dasar yang berfonem awal vokal (v), maka akan mendapat sisipan bunyi glotal (?) sebagai penghubungnya, sedangkan dengan kata yang berfonem awal konsonan tidak terdapat perubahan (Djantera : 1986 : 67).

Contoh :
Ba- + ading                             ba?ading
Ba- + uyah                              ba?uyah
Ba- + tapih                              batapih
Bal- + ajar                               balajar

Contoh penggunaan prefiks ba- dalam kalimat :
Udin ba?ading dua urang.
Gangan nang dipanci ba?uyah.
Mamaku batapih bakurung.
Adingku balajar bajalan.

b.    Fungsi prefiks ba- dalam bahasa Banjar
            Makna prefiks ba- dalam bahasa Banjar ada dua macam, yaitu : Bahasa Hulu dan Bahasa Banjar Kuala.
1.    Makna prefiks ba- dalam bahasa Banjar Hulu (Durdje Durasid : 1984 : 17)
a.    Melakukan suatu perbuatan dengan sengaja, misalnya :
Bakunyung                                    “berenang”
Bahuma                                         “bertani”
Batanam banih                              “bercocok tanam”
Bailang                                          “berkunjung”
       
Contoh dalam kalimat :
Amat harat banar bakunyung.
Gawiyan abahku bahuma.
Patani batanam banih di pahumaan.
Pangantin hanyar bailang ka rumah kami.

b.    Mempunyai dan menyatakan intensitas, misalnya :
Bahalus                             “semakin kecil”
Balandap                           “semakin tajam”
Baganal                             “semakin besar”

Contoh dalam kalimat :
Pensil bahalus apabila diraut.
Balandap parang nangitu diasah.
Sain baganal ikam wayah hini

2. Makna prefiks ba- dalam bahasa Banjar Kuala mempunyai dua makna menurut Kawi (1986 : 23), yaitu :
a.     “memakai, menggunakan, melakukan pekerjaan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Basalawar                          ‘memakai celana’
Babaju                               ‘memakai baju’
Basapida                           ‘mamakai sepeda’
Bajalan                              ‘melakukan pekerjaan jalan’
Bagunting                         ‘melakukan pekerjaan bercukur’

Contoh dalam kalimat :
Adingku babaju hanyar Hari Raya.
Adingku nang halus sudah bisa basalawar saurangan.
Inya kada bisa basapida.
Abah bajalan ka pahumaan.
Ading bagunting putunagn tantara.

b.    “melakukan tindakan menjadi”. Seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Batuyuk                            ‘menjadi bertumpuk’
Bahinip                              ‘menjadi diam’
Bakarubut                         ‘menjadi berkumpul’
Contoh dalam kalimat :
Batu nang batuyuk nangitu handak dijual.
Bahinip kakanakan nang giru.       
Bakarubut inya guring lawan kakanya.

            Pemakaian prefiks ba- dalam bahasa dalam bahasa Banjar diatas, baik dalam pemakaian bahasa Banjar Hulu maupun bahasa Banjar Kuala, maka pemakaian prefiks ba- secara umum mempunyai maknna sebagai berikut :

  1. Menyatakan makna “mempunyai atau mempunyai”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Barambut                                ‘mempunyai rambut’
Babatis                                    ‘mempunyai kaki’
Baradiu                                   ‘mempunyai radio’
Contoh dalam kalimat :
Babinian nangitu barambut ikal.
Lamari wayahini kada babatis.
Sidin baradiu hanyar.

  1. Menyatakan makna ‘memakai, mengendarai atau menaiki’, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Babaju                                     ‘memakai baju’
Basapatu                                 ‘memakai sepatu’
Basapida mutur                       ‘mengendarai motor’
Babica                                     ‘menaiki becak’
         
Contoh dalam kalimat :
Adingku nang halus babaju saurangan.
Pamain sipak bula basapatu.
Pamuda wayahini gingsi kada basapida mutur.
Mamanya babica tulak ka pasar.

  1. Menyatakan makna “mengeluarkan atau menghasilkan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahintalo                                 ‘menghasilkan telur’
Badarah                                   ‘mengeluarkan darah’
Bagatah                                   ‘mengeluarkan getah’
Babunyi                                   ‘mengeluarkan bunyi’

Contoh dalam kalimat :
Hayam Pak Amat bahintalu.
Tangan nang kana parang badarah.
Puhun gatah nang diturih bagatah.
Dauh dipukul babunyi.


  1. Menyatakan makna “mengerjakanatau mengusahakan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahuma                                   ‘mengerjakan sawah’
Bawarung                                ‘mengusahakan warung’
Badagang                                ‘mengusahakan dagang’
       
Contoh dalam kalimat :
Abah Ahmad bahuma.
Mama Aminah bawarung nasi.
Amir badagang iwak hidup.

  1. Menyatakan makna “menjadi”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bamanis                                  ‘menjadi manis’
Bamasin                                  ‘menjadi asin’
Bahirang                                  ‘menjadi hitam’
Balamak                                  ‘menjadi gemuk’

Contoh  dalam kalimat :
Bamanis banyu nang hambar dibuati gula.
Musim kamarau banyu laut bamasin.
Bahirang awaknya wayahini.
Inya balamak salawas sugih.

  1. Menyatakan makna “berada dalam keadaan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasr, misalnya :
Banyaman                               ‘dalam keadaan enak’
Basigar                                    ‘dalam keadaan sehat’
Basadih                                   ‘dalam keadaan sedih’
Babahagia                               ‘dalam keadaan bahagia’
Contoh dalam kalimat :
Banyaman wayahini baisi rumah saurang pang.
Udin sain basigar.
Inya basadih karana ditinggalakn pacarnya.
Babahagia pangantin hanyar pang.
  1. Menyatakan makna “kumpulan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasat, misalnya :
Baduaan                                  ‘kumpulan dua orang’
Batigaan                                  ‘kumpulan tiga orang’
Baampatan                              ‘kumpulan empat orang’
     
Contoh dalam kalimat :
Baduaan tarus kamana haja.
Urang nang batigaan nangitu sakilinya maling.
Baampatan balajar kalumpuk.

  1. Menyatakan makna “perbuatan berbalasan (resiprok)”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahantaman                            ‘saling memukul’
Batinjuan                                 ‘saling meninju’
Batulungan                              ‘saling tolong menolong’
Contoh dalam kalimat :
Urang nang bakalahi bahantaman.
Pamain tinju batinjuan.
Batulungan kabiasaan urang desa.

  1. Menyatakan makna “diberi”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Ba?uyah                                  ‘diberi garam’
Bagula                                     ‘diberi gula’
Ba?iwak                                  ‘diberi ikan’

Contoh dalam kalimat :
Gangan nang dipiringi kada ba?uyah.
Banyu putih nang di cangkir bagula.
Kada ba?iwak inya banyak makan.

  1. Menyatakan makna “pekerjaan mengenai diri”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Batapas                                   ‘mencuci’
Bamasak                                  ‘mamasak’
Bakunyung                              ‘berenang’

Contoh dalam kalimat :    
Inya batapas saurang
Mamat harat bamasak
Andi balajar bakunyung.

  1. Menyatakan makna “cara”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Ba?isap                                    ‘mengisap’
Bakunyah                                ‘mengunyah’
Bataguk                                   ‘meneguk’
           
Contoh dalam kalimat :
Urang nang garing ba?isap minum.
Sapi bakunyah makan kumpai.
Minum ubat harus bataguk.

  1. Menyatakan makna “memanggil”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar,
Misalnya :
Ba?abah                                  ‘memanggil abah’
Ba?adik                                   ‘memanggil adik’
Bamama                                  ‘memanggil ibu’

Contoh dalam kalimat
Inya ba?abah lawan abahku.
Aku ba?ading lawan nang halus.
Mamat bamama lawan mamaku.







BAB III
METODOLOGI

A.   Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian deskriptif cenderung digunakan dalam penelitian kualitatif terutama dalam mengumpulkan data serta menggambarkan data secara ilmiah. Deskriptif merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat dan sesuai dengan sifat alamiah itu sendiri. Hal ini menjadi dasar penelitian, karena dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan tentang proses prefiks dalam bahasa Indonesia dan bahasa Banjar. Nasir (1988:51) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan.

B.   Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, pemikiran orang secara individual maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama dan mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan.

C.  Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku SastraBanjar yang disusun oleh Rustam Effendi terbitan Scripta Cendekia, Banjarbaru 2011. Data dalam penelitian ini berupa cerita Manusia Menjadi Jin yang diambil dari buku.

D.  Data Penelitian

Manusia Nang Jadi Jin
Jaman dahulu, sabalum urang Balanda manjajah tanah air Indonesia ngini, di Banjarmasin masih nangkaya sabuah kampong haja lagi, nang dikulilingi hutan parupuk, lawan manusianya gin sadikit jua, ujar paribahasa kawa dirikini lawan talunjuk.
Di Kalayan, wayah dahulu bangaran kampong palamangan di dairah Banjar Selatan, nang pasnya wayahini bangaran Sungai Guring. Di sana ujar hidup saurang pamuda nang gawiannya sahari-hari bahuma, mancari kayu, maunjun, lawan mangatik burung. Manurut kisah pamuda ngitu bangaran Utuh Lunta, napa bila inya tulak ka mana haja hingga mambawa lunta, rahatan bahumakah inya mandangar kacabau iwak lalu bahancap tu inya manyasahi lawan lunta, atawa malihat burung, lalu bapikir handak manangkapai hakun haja batingkaung di pahumaan maintipakan burung, bahuma makaamai kada tagawi lagi. Imbah bulik takuringis maarit sakit napa imbah baguling manyasahi iwak atawa burung tadi.
Pada suatu malam Utuh Lunta bamimpi batamu lawan urang tuha. Urang tuha nintu barambut panjang sampai kaburit lawan rambutnya ngitu sudah putih samunyaan, warna kulit urang ngitu pinda kahabang-habangan, matanya tajam, awaknya tinggi kurus, muhanya sing bungasan, lawan pakaiannya hirang sabukuan. Ujar urang tuha nitu mamandiri Utuh Lunta, “Tuh, Ikam handaklah aku padahakan wadah nang paling banyak banar burung, pukuknya burung apa haja yang ikam handaki ada di situ, maka burungnya Tuhai mimak-mimak, nyaman pulang ditangkap atawa dikatik.” Nangaran urang katuju manangkap burung, basadinan Utuh mahakuni ujarnya.
“Ulun hakun banar Kaiai.” Ujar urang tuha tu mamadahakan, “Wadahnya nitu jalannya malalui pahumaan Ikam tapi tarus haja manuju matahari tinggalam, jangan babiluk-biluk sasampai ka padang nang banyak puhun anggangnya.”
Kaisukan harinya, sungsung banar Utuh Lunta sudah basiap-siap mandatangi wadah nang dipadahakan urang tuha nang batamu lawannya malam tadi. Utuh Lunta, inya sakali ini kada mambawa lunta, nang inya bawa katikan, batu sing banyakan, lawan sabilah lading nang handap tapi landap gasan manyumbalih burung bila inya baulihan. Laluai sudah siap samunyaan. Utuh bajalan manuju pahumaan, sampai di pahumaan Utuh malihati ka matahari imbah itu inya mambalakangi matahari tarus jalan babujur manuruti papadah urang tuha nang dimimpi. Pahadangan bajalan manuju padang nang dipadahakan urang tuha ngitu, bakajutan tarabang burung tatapalan nang sing lamakan lawan ganal pulang, pina lain pada tatapalan nang biasanya kurus, pina halus pulang. Imbah malihat tatapalan ngitu galugupan hati Utuh Lunta, rasa handak dikatik, rasa handak kada. Parahatan Utuh Lunta kabingungan sakalinya datang suara tiba ka burung,ujar suara ngitu, “Katik aku, katik aku.” Mandangar suara ngitu kaingatan Utuh Lunta lawan urang tuha dalam mimpi, laluai inya maambil katikan nang bagantung dipinggangnya, imbah itu dibidiknyaai burung tatapalan tadi pas banar burung ngitu dikatik Utuh di kupala, kalapak-kalapakai burung ngitu. Imbah itu lalu Utuh manyumbalihnya lawan manjaratnya digantung di tali salawar, tarusai inya ka wadah nang cagaran didatanginya tadi.
Sasampainya di wadah ngintu, dasar ada juaai puhun anggang nang sing labatan, bajarumbun banar daunnya. Di sana banyak banar jua burungnya tapi balain lawan nang dipadahakan urang tuha di dalam mimpi, di situ burungnya liar-liar ngalih banar dikatik, pina manahu burungnya handak dikatik. Lawas banar sudah Utuh mangatik sampai batu nang inya bawa habis yaitu kada taulih jua saikung-ikung. Karana uyuh Utuh taduduk, dirasaakannya parut nang tarasa lapar. Sambil taduduk inya manyalakan api. Rahatan manyalaakn api sakalinya burung nang diikat tadi basuara, “Siangi aku, siangi aku,” jar. Mandangar suara tu Utuh badadas manyiangi burung itu lalu mamanggangnya sampai masak. Sasudah masak kada tahu dipanas lagi karana kalaparannya, katulang-tulangya yatu habis jua dimamahnya napang asa kanyamanan burung ngitu, sampai tatinggal kupalanya haja lagi. Imbah marasa kakanyangan kupala burung ngitu kada dihabisakannya, diandaknya di atas daun pisang, tapi kupala burung ngitu tang ada basuara, basuaraha. “Makan aku, makan aku.” Mandangar suara ngitu lalu Utuh maambilnya, lawan dimakannya sampai habis. Babayanya habis kupala burung ngitu Utuh marasa kupalanya bapusing hingga inya siup sampai malam. Imbahnya bangun siup dilihatnya dihadapannya pina terang lalu dijapainya muhanya sakalinya matanya sabiji haja sing ganalan pulang. Inya sudah barubah manjadi jin karana mamakan burung tadi. “Ne, imbahan,” ujar Utuh. “Kaya ini akulah sakalinya jadinya.”
Na, kaya itulah kisahnya asal muasal jin nang ada manunggu di dairah kita Kalayan ini.
(Legenda, Banjarmasin, Hj. Amas, Kelayan, 100 tahun, 2 September 1984
Pewawancara/ perekam: Rustam Effendi dan Abdurrachman Ismail)

Terjemahan
Manusia Menjadi Jin
Jaman dahulu, sebelum orang Belanda menjajah tanah air Indonesia ini, Banjarmasin sebenarnya hanyalah sebuah kampung, yang masih dikelilingi oleh hutan dan semak-semak yang lebat. Penghuninya juga sangat sedikit.
Di Kelayan dahulu ada sebuah kampung yang bernama Palamangan. Sekarang termasuk daerah Banjar Selatan. Sekarang desa itu bernama desa Sungai Guring.
Di sana hiduplah seorang pemuda yang pekerjaan sehari-harinya bertani, mencari kayu, mengail, dan memanah burung. Menurut kisah pemuda itu bernama Utuh Lunta. Dinamai demikian, sebab kemana dia pergi selalu membawa lunta (jala).
Pada suatu malam Utuh Lunta bermimpi bertemu dengan seorang tua. Orang tua itu berambut panjang hingga mencapai pantatnya, rambutnya telah putih (beruban), warna kulitnya agak kemerah-merahan, matanya bersinar tajam, badannya tinggi dan kurus, mukanya tampan  dan berpakaian serba hitam. Ujar orang tua itu, “Tuh, inginkah kamu saya katakan suatu tempat, yang banyak burungnya.” Di sana ada banyak jenis burung berterbangan dan burung-burung itu bersangatan jinak, sehingga mudah sekali memanahnya.
Yang namanya senang menangkap burung, maka dengan serta merta ia berkata, “Baiklah, saya sangat senang kalau kakek katakan tempat itu. Sang kakek lalu berkata, “Berjalanlah melewati sawahmu, terus saja ke arah matahari tenggelam, janganlah engkau membelok sehingga sampai ke padang yang banyak pohon Anggang.”
Keesokan harinya, Utuh Lunta bersegera bangun dan ia bersiap-siap berangkat menuju suatu tempat seperti yang dikatakan oleh orang tua di dalam mimpinya itu. Kali ini ia tidak membawa lunta (jala) tetapi ia membawa panah dan batu yang sangat banyak (batu kecil yang digunakan sebagai peluru panahnya) dan sebilah pisau yang pendek namun sangat tajam untuk menyembelih burung-burung hasil panahannya nantinya. Setelah siap semuanya, Utuh Lunta berjalan menuju sawahnya, sesampai di sawah, ia lebih dahulu menoleh ke arah matahari dan setelah itu ia membelakangi matahari itu lalu terus maju berjalan.
Sementara menuju padang yang dikatakan oleh orang tua itu, tiba-tiba terbang seekor burung dari Burung Tatapaian yang sangat gemuk dan besar. Burung itu agak lain dari Burung Tatapaian lain yang biasa ia lihat. Biasanya Burung Tatapaian tidak gemuk dan besar tetapi agak kecil dan kurus.
Setelah melihat burung itu, detak jantungnya terasa semakin cepat. Di hatinya timbul keraguan, dipanahkan burung itu atau tidak.
Dalam kebingungan itu tiba-tiba terdengar suara, “Panahlah aku, panahlah aku.” Mendengar suara itu Utuh Lunta teringat pesan orang tua di dalam mimpinya. Ia lalu mengambil panah yang bergantung di pinggangnya. Ia membidikkan panahnya dan rupanya sasarannya tepat sekali mengenai kepala burung itu. Burung itu jatuh menggelepar-gelepar di tanah. Utuh Lunta menyembelih burung itu dan setelah itu lalu diikatnya serta digantungnya di tali celananya. Kini ia pergi melanjutkan perjalanannya menuju tempat yang dikatakan oleh orang tua yang ada di dalam mimpinya.
Sesampainya di tempat itu, memang ada tumbuh pohon-pohon Anggang yang lebat dan daunnya menjurai-jurai ke tanah. Di sini ia melihat banyak sekali burung, tapi berbeda dengan yang dikatakan oleh orang tua di dalam mimpinya. Burung-burung itu sangat liar dan sukar dipanah. Burung-burung itu seperti mengetahui kedatangan Utuh Lunta. Lama sekali Utuh Lunta memanah burung itu, batu yang dibawanya sudah habis namun satu ekor burung pun ia belum memperolehnya.
Karena kelelahan ia terduduk beristirahat. Kini terasa olehnya perutnya sudah lapar. Sambil duduk-duduk ia menyalakan api, rupanya burung yang diikatnya di tali celananya itu bersuara, “Siangi aku, siangi aku,” (siangi = membersihkan ikan dari kotoran-kotoran untuk siap ditanak).
Mendengar suara itu Utuh Lunta bergegas membersihkan burung itu dan memanggangnya sampai masak. Sesudah masak, Utuh Lunta tidak merasakan panasnya lagi karena perutnya bersangatan lapar. Burung itu, dan bahkan tulang-tulangnya, habis dilahapnya, kecuali tersisa hanyalah kepala burung itu karena ia telah kenyang.
Kepala burung itu diletakkannya di atas daun pisang. Tiba-tiba kepala burung itu bersuara lagi, “Makan aku, makan aku.” Mendengar suara itu lalu Utuh Lunta mengambilnya dan memakannya sampai habis.
Sekejap setelah Utuh Lunta memakan kepala burung itu, ia merasakan kepalanya sangat pusing dan akhirnya pingsan. Ia siuman (sadar) kembali setelah hari telah malam. Ia meraba-raba muka dan matanya. Rupanya matanya hanya satu biji saja lagi dan sangat besar, Utuh Lunta sudah berubah menjadi jin karena memakan burung tadi. “Nah, bagaimana ini,” ujar Utuh. “Bagaimana jadinya rupanya aku ini.”
Nah, begitulah kisah asal usul jin yang ada menunggu di daerah Kelayan ini.
                                          
E.       Pengumpulan Data
Prefiks Bahasa Banjar
Prefiks Bahasa Indonesia
Bangaran
Bernama
Bahuma
Bertani
Mancari
Mencari
Maunjun
Mengail
Mangatik
Memanah
Mambawa
Membawa
Mandangar
Mendengar
Malihat
Melihat
Bapikir
Berpikir
Bamimpi
Bermimpi
Barambut
Berambut
Bajalan
Berjalan
Maambil
Mengambil
Bagantung
Bergantung
Taduduk
Terduduk
Tarasa
Terasa
Tatinggal
Tertinggal
Basuara
Bersuara
Barubah
Berubah
Mamakan
Memakan


F.       Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan peneliti dalam mengolah data yang telah diperoleh dari buku, melalui penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1)   Mengumpulkan data;
2)   Mengklasifikasikan data;
3)   Mendeskripsikan data; dan
4)   Menganalisis data.






DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Effendi, Rustam. 2011. Sastra Banjar. Banjarbaru: Scripta Cendekia.
Kawi, Djantera dkk. 1986. Morfologi Sintaksis Bahasa Banjar Kuala. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar