BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penelitian
ini ditujukan untuk mengetahui proses prefiks yang benar pada sebuah kata, baik
dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar. Mengurangi kesalahan penggunaan prefiks
yang sering terjadi pada karya tulis di media cetak. Selain pada karya tulis di
media cetak kesalahan juga terjadi pada percakapan sehari-hari.
Beberapa
editor keliru dengan pembubuhan afiks pada karya tulis di media cetak.
Contohnya proses prefiks meN + C dan B, pada huruf C dan B mengalami perubahan
dan penambahan bunyi. Pada kenyataannya
proses tersebut diabaikan. Contohnya meN + cat = mengecat tetapi sering disebut
mencat.
Pada pelajaran bahasa
Indonesia tentang imbuhan awalan dan akhiran harusnya lebih detail. Dalam
penelitian ini peneliti akan mengenalkan proses pembentukan awalan (prefiks)
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Banjar. Untuk mengurangi kebiasaan penggunaan
afiksasi yang salah dalam karya tulis di media cetak. Contohnya meN + cuci =
mencuci tapi ada beberapa yang menggunakan kata menyuci. Dengan masalah demikian penulis mencoba mengadakan penelitian yang
berjudul “Mengidentifikasi Prefiks Bahasa Banjar dan Bahasa Indonesia
Pada Cerita Manusia Menjadi Jin.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat
ditentukan rumusan masalah dalam penelitian ini:
1. Bagaimana
proses prefiks bahasa Banjar dan bahasa Indonesia pada cerita Manusia Menjadi
Jin?
2. Bagaimana
perbandingan prefiks ber- dalam bahasa Indonesia dengan prefiks ba- dalam bahasa Banjar
pada cerita Manusia Menjadi Jin?
C. Tujuan
Tujuan saya untuk melakukan
penelitian ini yaitu:
1. Mendeskripsikan
proses prefiks bahasa Banjar dan bahasa Indonesia pada cerita Manusia Menjadi Jin.
2. Mendeskripsikan
perbandingan prefiks ber- dalam bahasa Indonesia dengan prefiks ba- dalam bahasa Banjar
pada cerita Manusia Menjadi Jin.
D. Manfaat Penelitian
a.
Manfaat
Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini
diharapkan mampu memberikan pengetahuan dalam bidang Morfologi. Penelitian ini juga diharapkan bermanfaat dalam
pengajaran bahasa Indonesia. Khususnya tentang proses pembentukan prefiks.
Serta dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi penelitian
berikutnya. Tidak menutup kemungkinan pula, bagi peneliti lain
nantinya, untuk melanjutkan penelitan ini dengan cakupan yang lebih luas.
b.
Manfaat
Praktis
1. Bagi
remaja, menambah wawasan pengetahuan
tentang prefiks.
2. Bagi
penulis, karya ilmiah ini dijadikan bahan pelajaran dalam bahasa Indonesia.
3. Bagi
masyarakat, memberikan informasi tentang proses prefiks.
4. Bagi
peneliti, memberikan gambaran faktual kepada pemakai bahasa mengenai makna kata
dalam karya tulis, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Banjar.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. Proses Prefiks
Sebelum mengenal lebih jauh tentang
prefiks pada cerita Manusia Nang Jadi Jin, alangkah baiknya kalau kita
mengenal terlebih dahulu dari segi arti prefiks itu sendiri.
Awalan (prefiks / prefix) adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan
(prefiks) ini di sebut prefiksasi (prefixation). Prefiks mengandung arti imbuhan yang ditambahkan pada
bagian awal sebuah kata dasar atau bentuk dasar (KBBI : 1997 : 786).
Jadi, prefiks bisa diartikan sebagai
pembentukan kata dengan menambahkan afiks atau imbuhan di depan bentuk dasarnya
atau juga proses pembentukan kata yang dilakukan dengan cara membubuhkan atau
menambahkan afiks di depan bentuk
dasarnya.
Prefiks meN-
Contoh :
meN- + makan memakan
meN- + ramaikan meramaikan
MeN- + tanam menanam
meN- + datang mendatang
Prefiks peN-
Contoh:
peN- +
ramal
peramal
peN- +
waris
pewaris
peN- +
datang
pendatang
peN- + tanam
penanam
Prefiks ber-
Misalnya:
ber- +
ranting
beranting
ber- +
rantai
berantai
ber- +
main
bermain
ber- +
dasi
berdasi
Prefiks ter- dan di-
Contoh:
(1) Burhan ditangkap polisi (2) Buku itu terbawa lola kemarin.
Tidak
ternilai
: tidak dapat dinilai
Tidak
terduga
: tidak dapat diduga
Menyatakan makna paling. Misalnya:
tertinggi, terluas,terpandai.
Prefiks ke-
Prefiks ke- tidak mengalami
perubahan jika digabungkan dengan bentuk dasar.
Prefiks ke- berfungsi membentuk kata benda dan juga
kata bilangan. ke- membentuk kata benda, Misalnya, ketua, kehendak, dan
kekasih. Ke- membentuk kata bilangan, misalnya, keempat, kelima, keenam.
Makna prefiks ke-:
Menyatakan kumpulan yang terdiri
atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasarnya:
Kedua
(orang)
: kumpulan yang terdiri atas dua orang
Menyatakan urutan.
Misalnya:
Ia menduduki ranking kedua
B. Perbandingan Prefiks Ber- dalam Bahasa Indonesia
dengan Prefiks Ba-
dalam Bahasa
Banjar
1. Prefiks Ber- dalam Bahasa Indonesia
a. Bentuk prefiks ber- dalam bahasa Indonesia
Bentuk prefiks ber- dalam bahasa indonesia dipengaruhi oleh fonem awal
bentuk dasar kata yang mengikutinya. Hal ini dapat dilihat dalam buku Tata
Bahasa Baku Bahasa Indonesia (1992 : 91), yaitu :
1.
Prefiks ber- berubah
menjadi be- jika ditambahkan pada bentuk dasar yang bermula dengan
fonem /r/. Misalnya:
Ber- + ranting
beranting
Ber- + rantai
berantai
ber- + runding
berunding
2. Prefiks ber-
berubah menjadi be- jika ditambahkan pada kata dasar yang suku kata
pertamanya berakhiran dengan /ar/. Misalnya:
Ber- + kerja bekerja
Ber + serta beserta
Ber + pergi + an bepergian
3. Prefiks ber-
berubah menjadi bel- + jika dirangkaikan dengan kata ajar atau unjur.
Misalnya :
Bel- + ajar
belajar
Bel- +
ujur
belunjur
b.
Fungsi prefiks ber-
dalam bahasa Indonesia
Prefiks ber-
dalam bahasa Indonesia berfungsi membentuk verba, biasanya verba intransitif.
Contoh dalam
kalimat :
1. Berjemur Buaya berjemur
kalau matahari terbit
2. Berdiri Peserta yang
hadir berdiri ketika menyanyikan lagu kebangsaan
3. Bertinju Ahmad bertinju
diatas ring.
c.
Makna prefiks ber-
dalam bahasa Indonesia
Menurut Ambary (19984 : 76) prefiks ber- mempunyai makna, yaitu:
- Menyatakan makna “mempunyai” sesuatu, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bernama
‘mempunyai nama’
Berambut
‘mempunyai rambut’
Berwajah
‘mempunyai wajah’
Contoh dalam
kalimat :
Anak Pak Husin
bernama Hasan.
Anak saya
berambut lurus.
Gadis itu
berwajah oval.
- Menyatakan makna “memakai, mengendarai”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersepeda
‘memakai sepeda’
Bersepatu
‘memakai sepatu’
Berbaju
‘memakai baju’
Contoh dalam
kalimat :
Andi pergi ke
sekolah bersepeda
Ahmad bersepatu
baru
Adik berbaju
sendiri.
- Menyatakan makna “mengerjakan atau mengusahakan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersawah
‘mengerjakan sawah’
Berkebun
‘mengerjakan kebun’
Berternak
‘mengusahakan ternak’
Contoh dalam
kalimat :
Petani desa
rajin dalam bersawah.
Pemerintah menyarankan
berkebun agrobisnis.
Pak Harun
berternak sapi.
- Menyatakan makna “mengeluarkan atau menghasilkan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bertelur
‘menghasilkan telur’
Berbunyi
‘mengeluarkan bunyi’
Bersuara
‘mengeluarkan suara’
Contoh dalam
kalimat :
Ayam peliharaan
ayah bertelur.
Sirena ambulan
berbunyi.
Bayi yang baru
lahir tidak bersuara.
- Menyatakan makna “melakukan” sesuatu, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berjudi
‘melakukan judi’
Bekerja
‘melakukan kerja’
Berbelanja
‘melakukan belanja’
Contoh dalam
kalimat
Ahmad berjudi
di Hotel Arum.
Mahmud bekerja
di pelabuhan.
Ibu berbelanja
di pasar pagi.
- Menyatakan makna “berada dalam keadaan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berduka
‘dalam keadaan duka’
Bersedih
‘dalam keadaan sedih’
Bergembira
‘dalam keadaan gembira’
Berbahagia
‘dalam keadaan bahagia’
Contoh dalam
kalimat :
Ali berduka
setelah ditinggal ibunya.
Wati bersedih
ketika ditinggal kekasihnya.
Nenek
bergembira dengan kehadiran cucunya.
Pengantin baru
itu berbahagia.
- Menyatakan makna “terkumpulan atau terjadi” dari, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bersatu
‘menjadi satu’
Bertiga
‘terkumpul tiga orang’
Berlima
‘terkumpul lima orang’
Contoh dalam
kalimat :
Mari bersatu
untuk kemajuan negara ini.
Polisi
meringkus satu dari bertiga kawanan perampok itu.
Laki-laki yang
berlima itu sangat akrab.
- Menyatakan makna “pekerjaan berbalasan (resiprok)”, sepeti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bertinju
‘saling meninju’
Berunding
‘saling runding’
Berdamai
‘saling damai’
Contoh dalam kalimat
:
M. Ali bertinju
dengan lawannya.
Anggota dewan
berunding dengan wakil rakyat yang melakukan demo.
Pemerintah R.I
dan GAM sepakat untuk berdamai.
- Mengandung makna “pekerjaan mengenai diri (refleks)”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bercermin
‘menggunakan cermin untuk diri sendiri’
Berdandan
‘mendadani diri’
Berhias
‘menghias diri’
Contoh dalam
kalimat :
Ali bercermin
untuk melihat kerapian pakaiannya.
Anak perempuan itu
berdandan agar lebih cantik.
Ibu berhias
sebelum pergi ke undangan.
- Mengandung makna “menunjukkan sudah di”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berjahit
‘sudah dijahit’
Bertambal
‘sudah ditambal’
Contoh dalam
kalimat :
Sarung yang
baru dibeli berjahit.
Baju yang
dipakai gepeng bertambal banyak.
- Mengandung makna “sebagai mata pencaharian”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berdagang
‘mata pencaharian dagang’
Bertani ‘mata
pencaharian sebagai tani’
Bertanam
kopi
‘mata pencaharian tanam kopi’
Contoh dalam kalimat :
Ayah Mamat berdagang
Penduduk Indonesia sebagaian besar
hidupnya bertani.
Masyarakat Sulawesi sebagian besar
penduduknya bertanam kopi.
- Menyatakan makna “memanggil”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Berkakak
‘memanggil kakak’
Beribu
‘memanggil ibuu’
Beradik
‘memanggil adik’
Contoh dalam
kalimat :
Anak kecil itu
berkakak padaku.
Temanku beribu
pada ibuku.
Orang tua itu
beradik pada yang lebih tua.
2. Prefiks Ba- dalam Bahasa Banjar
a.
Bentuk prefiks ba-
dalam bahasa Banjar
Bentuk prefiks ba- dalam bahasa Banjar dipengaruhi oleh bentuk dasar
kata yang dilekatinya, apabila prefiks ba- lekatkan pada bentuk dasar
yang berfonem awal vokal (v), maka akan mendapat sisipan bunyi glotal (?)
sebagai penghubungnya, sedangkan dengan kata yang berfonem awal konsonan tidak
terdapat perubahan (Djantera : 1986 : 67).
Contoh :
Ba- + ading
ba?ading
Ba- + uyah
ba?uyah
Ba- +
tapih
batapih
Bal- +
ajar
balajar
Contoh penggunaan prefiks ba- dalam kalimat :
Udin ba?ading dua urang.
Gangan nang dipanci ba?uyah.
Mamaku batapih bakurung.
Adingku balajar bajalan.
b.
Fungsi prefiks ba- dalam bahasa Banjar
Makna prefiks ba- dalam bahasa Banjar ada dua macam, yaitu : Bahasa Hulu
dan Bahasa Banjar Kuala.
1.
Makna prefiks ba- dalam bahasa
Banjar Hulu (Durdje Durasid : 1984 : 17)
a. Melakukan suatu
perbuatan dengan sengaja, misalnya :
Bakunyung
“berenang”
Bahuma
“bertani”
Batanam
banih
“bercocok tanam”
Bailang
“berkunjung”
Contoh dalam kalimat :
Amat harat banar bakunyung.
Gawiyan abahku bahuma.
Patani batanam banih di pahumaan.
Pangantin hanyar bailang ka rumah kami.
b. Mempunyai dan
menyatakan intensitas, misalnya :
Bahalus
“semakin kecil”
Balandap
“semakin tajam”
Baganal
“semakin besar”
Contoh dalam
kalimat :
Pensil bahalus
apabila diraut.
Balandap parang
nangitu diasah.
Sain baganal
ikam wayah hini
2. Makna prefiks ba-
dalam bahasa Banjar Kuala mempunyai dua makna menurut Kawi (1986 :
23), yaitu :
a. “memakai, menggunakan, melakukan pekerjaan”,
seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Basalawar
‘memakai celana’
Babaju
‘memakai baju’
Basapida
‘mamakai sepeda’
Bajalan
‘melakukan pekerjaan jalan’
Bagunting
‘melakukan pekerjaan bercukur’
Contoh dalam
kalimat :
Adingku babaju
hanyar Hari Raya.
Adingku nang
halus sudah bisa basalawar saurangan.
Inya kada bisa
basapida.
Abah bajalan ka
pahumaan.
Ading bagunting
putunagn tantara.
b. “melakukan
tindakan menjadi”. Seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Batuyuk
‘menjadi bertumpuk’
Bahinip
‘menjadi diam’
Bakarubut
‘menjadi berkumpul’
Contoh dalam kalimat :
Batu nang batuyuk nangitu handak
dijual.
Bahinip
kakanakan nang giru.
Bakarubut inya guring lawan kakanya.
Pemakaian prefiks ba- dalam bahasa dalam bahasa Banjar diatas, baik
dalam pemakaian bahasa Banjar Hulu maupun bahasa Banjar Kuala, maka pemakaian
prefiks ba- secara umum mempunyai maknna sebagai berikut :
- Menyatakan makna “mempunyai atau mempunyai”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Barambut
‘mempunyai rambut’
Babatis ‘mempunyai
kaki’
Baradiu
‘mempunyai radio’
Contoh dalam kalimat :
Babinian nangitu barambut ikal.
Lamari wayahini kada babatis.
Sidin baradiu hanyar.
- Menyatakan makna ‘memakai, mengendarai atau menaiki’, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Babaju
‘memakai baju’
Basapatu
‘memakai sepatu’
Basapida
mutur
‘mengendarai motor’
Babica
‘menaiki becak’
Contoh dalam kalimat :
Adingku nang halus babaju saurangan.
Pamain sipak bula basapatu.
Pamuda wayahini gingsi kada basapida
mutur.
Mamanya babica tulak ka pasar.
- Menyatakan makna “mengeluarkan atau menghasilkan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahintalo
‘menghasilkan telur’
Badarah
‘mengeluarkan darah’
Bagatah
‘mengeluarkan getah’
Babunyi
‘mengeluarkan bunyi’
Contoh dalam kalimat :
Hayam Pak Amat bahintalu.
Tangan nang kana parang badarah.
Puhun gatah nang diturih bagatah.
Dauh dipukul babunyi.
- Menyatakan makna “mengerjakanatau mengusahakan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahuma
‘mengerjakan sawah’
Bawarung
‘mengusahakan warung’
Badagang
‘mengusahakan dagang’
Contoh dalam kalimat :
Abah Ahmad bahuma.
Mama Aminah bawarung nasi.
Amir badagang iwak hidup.
- Menyatakan makna “menjadi”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bamanis
‘menjadi manis’
Bamasin
‘menjadi asin’
Bahirang
‘menjadi hitam’
Balamak
‘menjadi gemuk’
Contoh dalam kalimat :
Bamanis banyu nang hambar dibuati gula.
Musim kamarau banyu laut bamasin.
Bahirang awaknya wayahini.
Inya balamak salawas sugih.
- Menyatakan makna “berada dalam keadaan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasr, misalnya :
Banyaman
‘dalam keadaan enak’
Basigar
‘dalam keadaan sehat’
Basadih
‘dalam keadaan sedih’
Babahagia
‘dalam keadaan bahagia’
Contoh dalam kalimat :
Banyaman wayahini baisi rumah saurang
pang.
Udin sain basigar.
Inya basadih karana ditinggalakn
pacarnya.
Babahagia pangantin hanyar pang.
- Menyatakan makna “kumpulan”, seperti yang tersebut pada bentuk dasat, misalnya :
Baduaan
‘kumpulan dua orang’
Batigaan
‘kumpulan tiga orang’
Baampatan
‘kumpulan empat orang’
Contoh dalam kalimat :
Baduaan tarus kamana haja.
Urang nang batigaan nangitu sakilinya
maling.
Baampatan balajar kalumpuk.
- Menyatakan makna “perbuatan berbalasan (resiprok)”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Bahantaman
‘saling memukul’
Batinjuan
‘saling meninju’
Batulungan
‘saling tolong menolong’
Contoh dalam kalimat :
Urang nang bakalahi bahantaman.
Pamain tinju batinjuan.
Batulungan kabiasaan urang desa.
- Menyatakan makna “diberi”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Ba?uyah
‘diberi garam’
Bagula
‘diberi gula’
Ba?iwak
‘diberi ikan’
Contoh dalam kalimat :
Gangan nang dipiringi kada ba?uyah.
Banyu putih nang di cangkir bagula.
Kada ba?iwak inya banyak makan.
- Menyatakan makna “pekerjaan mengenai diri”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Batapas
‘mencuci’
Bamasak
‘mamasak’
Bakunyung
‘berenang’
Contoh dalam
kalimat :
Inya batapas saurang
Mamat harat bamasak
Andi balajar bakunyung.
- Menyatakan makna “cara”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar, misalnya :
Ba?isap
‘mengisap’
Bakunyah
‘mengunyah’
Bataguk
‘meneguk’
Contoh dalam kalimat :
Urang nang garing ba?isap minum.
Sapi bakunyah makan kumpai.
Minum ubat harus bataguk.
- Menyatakan makna “memanggil”, seperti yang tersebut pada bentuk dasar,
Misalnya :
Ba?abah
‘memanggil abah’
Ba?adik
‘memanggil adik’
Bamama
‘memanggil ibu’
Contoh dalam kalimat
Inya ba?abah lawan abahku.
Aku ba?ading lawan nang halus.
Mamat bamama lawan mamaku.
BAB
III
METODOLOGI
A. Metode
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode
penelitian deskriptif cenderung digunakan dalam penelitian kualitatif terutama
dalam mengumpulkan data serta menggambarkan data secara ilmiah. Deskriptif
merupakan gambaran ciri-ciri data secara akurat dan sesuai dengan sifat alamiah
itu sendiri. Hal ini menjadi dasar penelitian, karena dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan tentang proses prefiks dalam bahasa Indonesia dan
bahasa Banjar. Nasir (1988:51) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan
cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban
atas masalah yang diajukan.
B. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan cara pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian
kualitatif adalah suatu penelitian yang ditunjukkan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, pemikiran orang
secara individual maupun kelompok. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama
dan mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan.
C. Sumber
Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku
SastraBanjar yang disusun oleh Rustam Effendi terbitan Scripta Cendekia,
Banjarbaru 2011. Data dalam penelitian ini berupa cerita Manusia Menjadi Jin
yang diambil dari buku.
D. Data
Penelitian
Manusia
Nang Jadi Jin
Jaman dahulu, sabalum
urang Balanda manjajah tanah air Indonesia ngini, di Banjarmasin masih nangkaya
sabuah kampong haja lagi, nang dikulilingi hutan parupuk, lawan manusianya gin
sadikit jua, ujar paribahasa kawa dirikini lawan talunjuk.
Di Kalayan, wayah
dahulu bangaran kampong palamangan di dairah Banjar Selatan, nang pasnya
wayahini bangaran Sungai Guring. Di sana ujar hidup saurang pamuda nang
gawiannya sahari-hari bahuma, mancari kayu, maunjun, lawan mangatik burung.
Manurut kisah pamuda ngitu bangaran Utuh Lunta, napa bila inya tulak ka mana
haja hingga mambawa lunta, rahatan bahumakah inya mandangar kacabau iwak lalu
bahancap tu inya manyasahi lawan lunta, atawa malihat burung, lalu bapikir
handak manangkapai hakun haja batingkaung di pahumaan maintipakan burung,
bahuma makaamai kada tagawi lagi. Imbah bulik takuringis maarit sakit napa
imbah baguling manyasahi iwak atawa burung tadi.
Pada suatu malam Utuh
Lunta bamimpi batamu lawan urang tuha. Urang tuha nintu barambut panjang sampai
kaburit lawan rambutnya ngitu sudah putih samunyaan, warna kulit urang ngitu
pinda kahabang-habangan, matanya tajam, awaknya tinggi kurus, muhanya sing
bungasan, lawan pakaiannya hirang sabukuan. Ujar urang tuha nitu mamandiri Utuh
Lunta, “Tuh, Ikam handaklah aku padahakan wadah nang paling banyak banar
burung, pukuknya burung apa haja yang ikam handaki ada di situ, maka burungnya
Tuhai mimak-mimak, nyaman pulang ditangkap atawa dikatik.” Nangaran urang
katuju manangkap burung, basadinan Utuh mahakuni ujarnya.
“Ulun hakun banar
Kaiai.” Ujar urang tuha tu mamadahakan, “Wadahnya nitu jalannya malalui
pahumaan Ikam tapi tarus haja manuju matahari tinggalam, jangan babiluk-biluk
sasampai ka padang nang banyak puhun anggangnya.”
Kaisukan harinya,
sungsung banar Utuh Lunta sudah basiap-siap mandatangi wadah nang dipadahakan
urang tuha nang batamu lawannya malam tadi. Utuh Lunta, inya sakali ini kada
mambawa lunta, nang inya bawa katikan, batu sing banyakan, lawan sabilah lading
nang handap tapi landap gasan manyumbalih burung bila inya baulihan. Laluai
sudah siap samunyaan. Utuh bajalan manuju pahumaan, sampai di pahumaan Utuh
malihati ka matahari imbah itu inya mambalakangi matahari tarus jalan babujur
manuruti papadah urang tuha nang dimimpi. Pahadangan bajalan manuju padang nang
dipadahakan urang tuha ngitu, bakajutan tarabang burung tatapalan nang sing
lamakan lawan ganal pulang, pina lain pada tatapalan nang biasanya kurus, pina
halus pulang. Imbah malihat tatapalan ngitu galugupan hati Utuh Lunta, rasa
handak dikatik, rasa handak kada. Parahatan Utuh Lunta kabingungan sakalinya
datang suara tiba ka burung,ujar suara ngitu, “Katik aku, katik aku.” Mandangar
suara ngitu kaingatan Utuh Lunta lawan urang tuha dalam mimpi, laluai inya maambil
katikan nang bagantung dipinggangnya, imbah itu dibidiknyaai burung tatapalan
tadi pas banar burung ngitu dikatik Utuh di kupala, kalapak-kalapakai burung
ngitu. Imbah itu lalu Utuh manyumbalihnya lawan manjaratnya digantung di tali
salawar, tarusai inya ka wadah nang cagaran didatanginya tadi.
Sasampainya di wadah
ngintu, dasar ada juaai puhun anggang nang sing labatan, bajarumbun banar
daunnya. Di sana banyak banar jua burungnya tapi balain lawan nang dipadahakan
urang tuha di dalam mimpi, di situ burungnya liar-liar ngalih banar dikatik,
pina manahu burungnya handak dikatik. Lawas banar sudah Utuh mangatik sampai
batu nang inya bawa habis yaitu kada taulih jua saikung-ikung. Karana uyuh Utuh
taduduk, dirasaakannya parut nang tarasa lapar. Sambil taduduk inya manyalakan
api. Rahatan manyalaakn api sakalinya burung nang diikat tadi basuara, “Siangi
aku, siangi aku,” jar. Mandangar suara tu Utuh badadas manyiangi burung itu
lalu mamanggangnya sampai masak. Sasudah masak kada tahu dipanas lagi karana
kalaparannya, katulang-tulangya yatu habis jua dimamahnya napang asa kanyamanan
burung ngitu, sampai tatinggal kupalanya haja lagi. Imbah marasa kakanyangan
kupala burung ngitu kada dihabisakannya, diandaknya di atas daun pisang, tapi
kupala burung ngitu tang ada basuara, basuaraha. “Makan aku, makan aku.”
Mandangar suara ngitu lalu Utuh maambilnya, lawan dimakannya sampai habis.
Babayanya habis kupala burung ngitu Utuh marasa kupalanya bapusing hingga inya
siup sampai malam. Imbahnya bangun siup dilihatnya dihadapannya pina terang
lalu dijapainya muhanya sakalinya matanya sabiji haja sing ganalan pulang. Inya
sudah barubah manjadi jin karana mamakan burung tadi. “Ne, imbahan,” ujar Utuh.
“Kaya ini akulah sakalinya jadinya.”
Na, kaya itulah
kisahnya asal muasal jin nang ada manunggu di dairah kita Kalayan ini.
(Legenda, Banjarmasin, Hj. Amas,
Kelayan, 100 tahun, 2 September 1984
Pewawancara/ perekam: Rustam
Effendi dan Abdurrachman Ismail)
Terjemahan
Manusia
Menjadi Jin
Jaman dahulu, sebelum
orang Belanda menjajah tanah air Indonesia ini, Banjarmasin sebenarnya hanyalah
sebuah kampung, yang masih dikelilingi oleh hutan dan semak-semak yang lebat.
Penghuninya juga sangat sedikit.
Di Kelayan dahulu ada
sebuah kampung yang bernama Palamangan. Sekarang termasuk daerah Banjar
Selatan. Sekarang desa itu bernama desa Sungai Guring.
Di sana hiduplah
seorang pemuda yang pekerjaan sehari-harinya bertani, mencari kayu, mengail,
dan memanah burung. Menurut kisah pemuda itu bernama Utuh Lunta. Dinamai
demikian, sebab kemana dia pergi selalu membawa lunta (jala).
Pada suatu malam Utuh
Lunta bermimpi bertemu dengan seorang tua. Orang tua itu berambut panjang
hingga mencapai pantatnya, rambutnya telah putih (beruban), warna kulitnya agak
kemerah-merahan, matanya bersinar tajam, badannya tinggi dan kurus, mukanya
tampan dan berpakaian serba hitam. Ujar
orang tua itu, “Tuh, inginkah kamu saya katakan suatu tempat, yang banyak
burungnya.” Di sana ada banyak jenis burung berterbangan dan burung-burung itu
bersangatan jinak, sehingga mudah sekali memanahnya.
Yang namanya senang
menangkap burung, maka dengan serta merta ia berkata, “Baiklah, saya sangat
senang kalau kakek katakan tempat itu. Sang kakek lalu berkata, “Berjalanlah
melewati sawahmu, terus saja ke arah matahari tenggelam, janganlah engkau
membelok sehingga sampai ke padang yang banyak pohon Anggang.”
Keesokan harinya, Utuh
Lunta bersegera bangun dan ia bersiap-siap berangkat menuju suatu tempat
seperti yang dikatakan oleh orang tua di dalam mimpinya itu. Kali ini ia tidak
membawa lunta (jala) tetapi ia membawa panah dan batu yang sangat banyak (batu
kecil yang digunakan sebagai peluru panahnya) dan sebilah pisau yang pendek
namun sangat tajam untuk menyembelih burung-burung hasil panahannya nantinya.
Setelah siap semuanya, Utuh Lunta berjalan menuju sawahnya, sesampai di sawah,
ia lebih dahulu menoleh ke arah matahari dan setelah itu ia membelakangi
matahari itu lalu terus maju berjalan.
Sementara menuju padang
yang dikatakan oleh orang tua itu, tiba-tiba terbang seekor burung dari Burung
Tatapaian yang sangat gemuk dan besar. Burung itu agak lain dari Burung
Tatapaian lain yang biasa ia lihat. Biasanya Burung Tatapaian tidak gemuk dan
besar tetapi agak kecil dan kurus.
Setelah melihat burung
itu, detak jantungnya terasa semakin cepat. Di hatinya timbul keraguan,
dipanahkan burung itu atau tidak.
Dalam kebingungan itu
tiba-tiba terdengar suara, “Panahlah aku, panahlah aku.” Mendengar suara itu
Utuh Lunta teringat pesan orang tua di dalam mimpinya. Ia lalu mengambil panah
yang bergantung di pinggangnya. Ia membidikkan panahnya dan rupanya sasarannya
tepat sekali mengenai kepala burung itu. Burung itu jatuh menggelepar-gelepar
di tanah. Utuh Lunta menyembelih burung itu dan setelah itu lalu diikatnya
serta digantungnya di tali celananya. Kini ia pergi melanjutkan perjalanannya
menuju tempat yang dikatakan oleh orang tua yang ada di dalam mimpinya.
Sesampainya di tempat
itu, memang ada tumbuh pohon-pohon Anggang yang lebat dan daunnya
menjurai-jurai ke tanah. Di sini ia melihat banyak sekali burung, tapi berbeda
dengan yang dikatakan oleh orang tua di dalam mimpinya. Burung-burung itu
sangat liar dan sukar dipanah. Burung-burung itu seperti mengetahui kedatangan
Utuh Lunta. Lama sekali Utuh Lunta memanah burung itu, batu yang dibawanya sudah
habis namun satu ekor burung pun ia belum memperolehnya.
Karena kelelahan ia
terduduk beristirahat. Kini terasa olehnya perutnya sudah lapar. Sambil
duduk-duduk ia menyalakan api, rupanya burung yang diikatnya di tali celananya
itu bersuara, “Siangi aku, siangi aku,” (siangi = membersihkan ikan dari
kotoran-kotoran untuk siap ditanak).
Mendengar suara itu
Utuh Lunta bergegas membersihkan burung itu dan memanggangnya sampai masak.
Sesudah masak, Utuh Lunta tidak merasakan panasnya lagi karena perutnya bersangatan
lapar. Burung itu, dan bahkan tulang-tulangnya, habis dilahapnya, kecuali
tersisa hanyalah kepala burung itu karena ia telah kenyang.
Kepala burung itu
diletakkannya di atas daun pisang. Tiba-tiba kepala burung itu bersuara lagi,
“Makan aku, makan aku.” Mendengar suara itu lalu Utuh Lunta mengambilnya dan
memakannya sampai habis.
Sekejap setelah Utuh
Lunta memakan kepala burung itu, ia merasakan kepalanya sangat pusing dan
akhirnya pingsan. Ia siuman (sadar) kembali setelah hari telah malam. Ia meraba-raba
muka dan matanya. Rupanya matanya hanya satu biji saja lagi dan sangat besar,
Utuh Lunta sudah berubah menjadi jin karena memakan burung tadi. “Nah,
bagaimana ini,” ujar Utuh. “Bagaimana jadinya rupanya aku ini.”
Nah, begitulah kisah
asal usul jin yang ada menunggu di daerah Kelayan ini.
E.
Pengumpulan
Data
Prefiks
Bahasa Banjar
|
Prefiks
Bahasa Indonesia
|
Bangaran
|
Bernama
|
Bahuma
|
Bertani
|
Mancari
|
Mencari
|
Maunjun
|
Mengail
|
Mangatik
|
Memanah
|
Mambawa
|
Membawa
|
Mandangar
|
Mendengar
|
Malihat
|
Melihat
|
Bapikir
|
Berpikir
|
Bamimpi
|
Bermimpi
|
Barambut
|
Berambut
|
Bajalan
|
Berjalan
|
Maambil
|
Mengambil
|
Bagantung
|
Bergantung
|
Taduduk
|
Terduduk
|
Tarasa
|
Terasa
|
Tatinggal
|
Tertinggal
|
Basuara
|
Bersuara
|
Barubah
|
Berubah
|
Mamakan
|
Memakan
|
F.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik yang
digunakan peneliti dalam mengolah data yang telah diperoleh dari buku, melalui
penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Mengumpulkan
data;
2) Mengklasifikasikan
data;
3) Mendeskripsikan
data; dan
4)
Menganalisis data.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdikbud. 1996. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Effendi,
Rustam. 2011. Sastra Banjar.
Banjarbaru: Scripta Cendekia.
Kawi, Djantera dkk. 1986. Morfologi
Sintaksis Bahasa Banjar Kuala. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar