Selasa, 09 Juni 2015

Kajian Novel 3 Wali 1 Bidadari dan Drama Tangis


BAB I
ANALISIS

A.      Analisis Unsur Intrinsik
1.         Tema
Tema dari novel “3 Wali 1 Bidadari” adalah percintaan. Cinta di sini adalah cinta kepada Ilahi. Menceritakan perjalanan seorang perempuan yang membentangkan lautan cintanya kepada Allah. Awal mulanya ia tidak mau menikah karena hanya mencukupkan Allah sebagai kekasihnya. Namun, pada akhirnya ia mau menikah juga karena Allah. Terdapat pada kutipan berikut:
“Jika menurut Abah saya harus menikah dengan seorang laki-laki, saya akan menikahinya demi Allah Swt. Kalau begitu, carikan saya seorang laki-laki yang akan mendampingi saya menuju Allah, Abah.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 129)

2.         Amanat
Amanat dari novel “3 Wali 1 Bidadari” secara implisit yaitu,
Jagalah cinta sebagai karunia yang suci dari Allah agar tidak terkotori oleh nafsu!
Tergambar pada kutipan berikut:
“Cinta telah memalingkan hati dari Yang Maha dicinta, dan hati disorongkan hanya kepada kekasih semu. Allah meniupkan ruh ke dalam jasad hamba-hamba-Nya dengan menyertakan cinta, agar jiwa selalu rindu kepada-Nya.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 97)

3.         Tokoh dan penokohan
Tokoh yang terdapat pada novel “3 Wali 1 Bidadari” ialah Ghozali, Bilal Badrut Tamam, dan Arsyad Maulana Akbar sebagai tiga wali, sedangkan sebagai bidadarinya ialah Asma Putri Fadhilah.
§  Tokoh utama: Asma Putri Fadhilah, ia sangat cantik dan cerdas. Digambarkan secara analitik oleh pengarang. Terdapat pada kutipan berikut:
“Tanda-tanda kecerdasan dan keluhuran budi semakin lama semakin tampak pada diri Asma, seiring dengan kecemerlangan wajahnya dan keelokan parasnya. Senyum si putri sangat memikat, dan lesung pipinya membuat lama mata menatap.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 49)

§  Tokoh pembantu: Ghozali, ia adalah mantan preman yang bertaubat. Digambarkan secara dramatik oleh pengarang. Terdapat pada percakapan antara Ghozali dan Bawuk berikut:
“Ssst…! Jangan lupa, dia itu ustadz. Dia orang berilmu. Siapa tahu dia tahu   rahasia kita, isi hati kita. Bahwa kau mantan pencopet.” (Ghozali)
“Dan kau preman yang bertaubat….” (Bawuk) (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 157)  
4.         Alur atau plot
a.    Alur maju
Pengarang menceritakan secara berurutan dari perkenalan, pertikaian, perumitan, puncak hingga penyelesaian. Dapat dibuktikan sesuai tahapan alur berikut:
§  Perkenalan:
Pengarang memulai sebuah cerita dengan memperkenalkan latar, yaitu tempat tinggal tokoh.  Terdapat pada kutipan berikut:
“Dari tengah kota para wali, di sebuah bulan yang penuh berkah, kisah ini dimulai. Ketika itu, Cirebon masih bersahabat.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 25)

§  Pertikaian:
Masalah mulai muncul ketika Asma melihat tingkah laku teman-temannya yang aneh karena cinta terhadap lawan jenis. Terdapat pada kutipan berikut:
“Di kedalaman hatinya, Asma bahkan mulai bertanya-tanya tentang bahasa rindu dan cinta dari seorang pemuda terhadap seorang gadis seperti Fatma, Nisa, dan Halimah itu, dan sebaliknya. Ia pelajari tingkah laku mereka yang aneh.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 61)

§  Perumitan:
Masalah berkembang ketika Asma berdoa sebagaimana doa yang pernah diucapkan oleh Rabiatul Adawiyah. Orang tuanya berpikir macam-macam, mungkinkah anak mereka tidak mau menikah dan menjauhi kehidupan dunia yang fana ini dan hanya ingin bertemu sang Khalik yang menguasai jagat raya ini. Terdapat pada kutipan berikut:
 Ya Allah, jika Aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalam neraka. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku dari dalam surga. Tetapi jika aku menyembah-Mu demi engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku.
“Ya Allah, semua jerih payahku dan semua hasratku diantara segala kesenangan dunia ini adalah untuk mengingat Engkau. Dan di akhirat kelak, diantara segala kesenangan akhirat adalah untuk berjumpa dengan Mu, begitulah halnya dengan diriku, seperti telah aku katakan. Kini, perbuatlah seperti yang engkau kehendaki”
Kiai Baedlowi tersentak mendengar munajat Asma. Begitu halnya dengan Nyai Syarifah. (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 86)

§  Puncak:
Puncak permasalahan ialah ketika Asma tidak mau menikah dan mencukupkan Tuhan sebagai kekasihnya. Terdapat pada kutipan berikut:
“Cukuplah Allah menjadi kekasihku, Abah, dan karena itu aku tak ingin membelenggukan cintaku kepada selain-Nya!”

“Abah, nikahkanlah saya dengan Allah, bukan dengan selain-Nya.”
Mendengar hal itu, Kiai Baedlowi pingsan seketika…. (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 99)

§  Penyelesaian:                                     
Dengan ketulusan hati sang Abah Kiai Baedlowi, yang tak henti-hentinya meminta nasehat dari para Kiai besar membuat hati sang putri luluh. Asma pun mau menikah dan meminta agar ia dinikahkan dengan seorang lelaki pilihan Abah untuk dijadikan sebagai seorang suami seperti Abahnya, agar ia bisa menjadi seorang istri seperti uminya. Terdapat pada kutipan berikut:
“Carikan saya seorang suami seperti Abah, agar saya bisa menjadi seorang istri seperti Umi.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 129)

b.    Alur tunggal
Tokoh yang sering diceritakan dalam novel “3 Wali 1 Bidadari” dari awal sampai akhir hanya satu, yaitu Asma Putri Fadhilah.
c.    Alur erat
Pengarang menceritakan dari awal kejadian sampai akhir secara terstruktur. Sejak Asma lahir, sekolah, dan akhirnya ia menikah dengan lelaki pilihan Abahnya.
d.   Alur tertutup
Pengarang mengakhiri cerita dengan happy ending. Terdapat pada kutipan berikut:
“Pada akhirnya, Afandi menikah dengan Zubaidah. Bilal menikah dengan Yusrina. Dan Asma menikah dengan Ghozali.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 412)

5.      Latar atau setting
Latar terbagi tiga, yaitu:
a.       Latar tempat
Cirebon
 “Dari tengah kota para wali, di sebuah bulan yang penuh berkah, kisah ini dimulai. Ketika itu, Cirebon masih bersahabat.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 25)
b.      Latar waktu
Malam hari
“Di suatu malam, setelah Kiai Baedlowi dan Nyai Syarifah selesai bermunajat kepada Allah Swt, mereka mendengar rintihan Asma dan sedu sedan tangisnya.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 86)
c.       Latar suasana
Kebingungan
-   Digambarkan secara analitik, terdapat pada kutipan berikut:
“Asma kebingungan. Tak mengerti.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 92)
-   Digambarkan secara dramatik, terdapat pada kutipan berikut:
“Aku bingung menjawab pertanyaan itu, Mas.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 150)

6.        Sudut Pandang
Sudut pandang pada novel “3 Wali 1 Bidadari” ialah sudut pandang orang ketiga. Sebagai bukti pengarang menggunakan nama tokoh secara lansung, yaitu Asma. Terdapat pada kutipan berikut:
“Ketika Asma telah lulus dari sekolah dasar dengan nilai yang tinggi dan sangat memuaskan, ia hampir selesai menghapal al-Qur’an.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 49)

7.        Gaya Bahasa
Gaya bahasa yang terdapat pada novel “3 Wali 1 Bidadari” paling menonjol ialah majas personifikasi. Terdapat pada kutipan berikut:
“Angin pantai yang panas menjadi sendu ketika memeluk pohon-pohon dan mengipasi dedaunan.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 25)
“Malam telah larut, bulan bersenandung, dan bintang-bintang menari-nari. Kulihat bulan itu seolah tersenyum dalam senadungnya, tetapi bintang-bintang itu menangis dalam tariannya.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 182)
                                                                                                       
B.  Analisis Unsur Ekstrinsik
Nilai Agama
Nilai yang paling menonjol pada novel “3 Wali 1 Bidadari” ialah nilai agama. Terdapat pada kutipan berikut:
“Kita adalah umat Muhammad. Menikah berarti mengikuti sunnahnya. Menjadi muslim berarti mengikuti sunnah nabinya. Dan, tak ada satu sunnah pun yang menyebutkan bahwa membujang adalah sunnahnya!” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 93)
Pada kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana pengarang menggambarkan nilai agama (Islam). Nilai agama tersebut  berhubungan dengan suatu hukum atau aqidah agama islam bahwa setiap muslim harus menikah.







BAB II
KAJIAN

Keterkaitan antara tokoh, alur, dan latar
Alur diperkuat oleh tokoh dan latar
Tokoh utama Asma Putri Fadhilah memperkuat adanya alur, yaitu pada akhirnya Asma menemukan pasangannya. Tokoh dan alur tersebut diperkuat lagi dengan adanya latar di Benda Kerep tempat diadakannya pesta pernikahan. Dibuktikan pada kutipan berikut:
“Pada akhirnya, Afandi menikah dengan Zubaidah. Bilal menikah dengan Yusrina. Dan Asma menikah dengan Ghozali. Arsyad pun tak bisa membendung air matanya. Begitu pula Kiai Baedlowi dan Nyai Syarifah. Kia Najmudin memeluk Kiai Baedlowi, mengucapkan selamat, memberkahi pernikahan suci. Benda Kerep pun melanjutkan pesta. Pesta dari hamba-hamba Tuhan yang selalu menautkan hati dan jiwanya kepada kesucian Ilahi.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 412)


















Sinopsis
NOVEL 3 WALI 1 BIDADARI
Karya: Taufiqurrahman al-Azizy
                                    
Perkenalan: Novel “3 Wali 1 Bidadari” menceritakan mengenai Asma Putri Fadhilah, anak seorang Kiai besar di Cirebon yang bernama Kiai Baedlowi dan anak seorang ibu yang shalehah bernama Nyai Syarifah. Asma lahir di lingkungan pesantren yang penuh nuansa keagamaan. Karena Asma adalah anak satu-satunya, maka Asma sangat disayangi dan dididik sedemikian rupa sehingga menjadi anak yang shalehah yang berguna bagi orang lain.
Pertikaian: Awalnya Asma sempat tidak ingin menikah karena pada waktu pesantren Asma melihat teman-temannya seperti Fatma yang sering senyum-senyum sendiri sembari bola matanya menatap langit-langit bilik kamarnya. Hal itu dikarenakan Fatma baru mendapatkan kiriman salam dari santri putera sedangkan Nisa sering mengucapkan sesuatu disela-sela canda dan tawa bersama teman-temannya, tak lupa ia menyelipkan satu nama seakan nama itu lebih indah untuk disebut-disebut ketimbang Asma tuhan Yang Maha Kasih.
Perumitan: Lantas, setelah melihat keadaan yang dialami teman-temanya tersebut dia pernah berdoa sebagaimana doa yang pernah diucapkan oleh Rabiatul Adawiyah. Kiai Baidlowi tersentak mendengar doa yang diucapkan oleh anaknya tersebut begitu juga halnya Nyai Syarifah. Mereka berdua berpikir macam-macam mungkinkah anak mereka tidak mau menikah dan menjauhi kehidupan dunia yang fana ini dan hanya ingin bertemu sang Khalik yang menguasai jagat raya ini. Oleh sebab itulah dua orang laki-laki yang bernama Aji yang merupakan anak seorang pejabat dan Ridho anak seorang Kiai mengundurkan diri ketika ingin melamar Asma karena kagum melihat kepribadian Asma.
Puncak: Asma berjanji bahwa ia akan memilih jalan yang tidak dipilih oleh siapapun, menjadi perawan suci. Ia enggan untuk menikah, hanya ingin mengabdi dan mencintai Allah swt. Ia ingin mengikuti jejak dua wanita suci dalam Islam, Ibunda Maryam, satu-satunya wanita yang kerap disebut namanya dalam kitab suci Al-Qur’an dan Ibunda Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang perempuan suci nan mulia dari golongan kaum sufi yang tak mau menikah dan mencukupkan Tuhan sebagai kekasihnya.
Penyelesaian: Namun, seiring berjalannya waktu, dengan ketulusan hati sang Abah, Kiai Baedlowi, yang tak henti-hentinya meminta nasehat dari para Kiai besar tentang keputusan yang telah diambil oleh putrinya, akhirnya hati sang putri luluh dan meminta agar ia dinikahkan dengan seorang lelaki pilihan Abah untuk dijadikan sebagai seorang suami seperti Abahnya, agar ia bisa menjadi seorang istri seperti uminya.
Dua pemuda, Bilal dan Arsyad adalah lelaki yang dipilih oleh Abah Faqih, guru Kiai Baedlowi. Masing-masing dari mereka memiliki background yang berbeda, Bilal, telah memiliki calon istri yang sangat ia cintai semata karena Allah swt. Adapun Arsyad, telah menutup hatinya untuk cinta selain kepada cinta yang hakiki. Arsyad yang sebelumnya pernah menikah dengan seorang gadis cantik di desanya. Akan tetapi, pernikahan itu hanya bertahan beberapa bulan saja dan berujung perceraian.
Abah Faqih, meminta mereka untuk memenuhi acara pesta di pesantren Benda Kerep dalam rangka walimatul ‘ursy putri Kiai Baedlowi, yang akan menikah dengan salah satu diantara mereka. Tepat pada tanggal yang telah ditentukan, keluarga besar kiai Baedlowi, Bilal, dan Arsyad, berangkat meninggalkan kediaman masing-masing menuju Benda Kerep. Acara segera dimulai, kini Abah Faqih menanyakan kepada Bilal maupun Arsyad, apakah mereka siap untuk dinikahkan. Akan tetapi Bilal menjawab pertanyaan Abah dengan ragu-ragu, begitu pula dengan Arsyad. Nampaknya Abah Faqih telah mengetahui jawaban mereka. Kemudian dipanggillah seorang pemuda, yaitu seorang santri yang setia menemani Kiai Baedlowi kemanapun beliau pergi, Ghozali namanya. Pada akhirnya, Asma menikah dengan Ghozali, bukan dengan Bilal ataupun Arsyad.


















BAB I
ANALISIS

A.  Analisis Unsur Intrinsik
1.    Tema
Tema dari naskah drama “Tangis” ialah latihan akting menangis. Menceritakan berbagai kesalahpahaman akibat tangisan beberapa orang dan ikut-ikutan menangis. Padahal tangisan mereka itu hanyalah sandiwara atau latihan akting menangis. Terdapat pada kutipan:
“Maaf, kami sedang latihan akting menangis, jangan ganggu, ya! Trim’s!”(P.Hariyanto, hlm 19)
2.    Amanat
Amanat drama “Tangis” secara implisit yaitu,
Janganlah ikut-ikutan menangis kalau tidak tahu penyebabnya! Tergambar pada saat masalah mulai memuncak:
“Ketika Inu kebingungan melihat Fani, Gina, dan Hana menangis. Dia mengira ada yang mengganggu mereka dan ingin membela sambil ikut-kutan menangis. Kemudian pergi ingin mencari musuhnya. Namun ditahan Hana dan diberinya selembar kertas. Setelah membacanya Inu geleng-geleng kepala dan tertawa-tawa sendiri.”
(P. Hariyanto, hlm 18)
                                                                                                                 
3.    Tokoh dan penokohan
Tokoh yang terdapat pada drama “Tangis” ialah Fani, Gina, Hana, Inu, dan Jati. Namun, tokoh yang paling menonjol ialah Inu dan Jati karena mereka yang paling banyak berdialog serta membawakan tema.
§  Inu merupakan tokoh yang suka bercanda. Digambarkan secara dramatik. Terdapat pada percakapan berikut:
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan nyata menderita! (P. Hariyanto, hlm 18)
§  Jati merupakan tokoh yang pemarah. Digambarkan secara dramatik. Terdapat pada percakapan berikut:
Jati: (Muncul, heran melihat situasi itu, kemudian marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis? (P. Hariyanto, hlm 18)



4.    Alur
a.    Alur maju
Alur yang digunakan dalam drama “Tangis” yaitu alur maju karena peristiwa-peristiwa ditampilkan secara kronologis, maju, secara runtut dari tahap perkenalan, pertikaian, perumitan, klimaks, dan kemudian berakhir dengan penyelesaian. Dapat dibuktikan dengan tahapan alur berikut:
§  Perkenalan
Pengarang memulai dengan memperkenalkan latar. Terdapat pada kutipan:
Pentas: Menggambarkan sebuah taman atau halaman.(P. Hariyanto, hlm 17)
§  Pertikaian
Masalah muncul ketika Hana meminta sahabatnya untuk menghentikan tangisannya. Terdapat pada kutipan:
Hana: Ya, Tuhan! Duka macam apakah yang Kaubebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa yang harus kulakukan bila aku tidak tahu sama sekali persoalannya semacam ini? Fani, Gina, sudahlah! (P. Hariyanto, hlm 17)
§  Perumitan
Masalah berkembang saat Inu ingin membela sahabatnya karena dia mengira ada yang mengganggu mereka dan sambil ikut-kutan menangis. Terdapat pada kutipan:
Inu: Ada apa? Ada apa ini? Mereka mengganggu lagi? Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah, aku yang akan menghadapinya. (P. Hariyanto, hlm 18)
§  Klimaks (konflik)
Jati benar-benar sangat marah kepada Inu karena mengira bahwa Inu yang membuat sahabatnya menangis. Terdapat pada percakapan berikut:
Jati: (Muncul, heran melihat situasi itu, kemudian marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis?
Inu: Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (Tertawa)
Jati: Kamu mampu tertawa sementara ketiga sahabatmu menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu?
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan nyata menderita!
Jati: Gila! Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu pribadimu yang sesungguhnya, Inu! (P. Hariyanto, hlm 18)
§  Penyelesaian
Inu memberikan selembar kertas kepada Jati untuk memberitahukan bahwa mereka latihan akting menangis. Terdapat pada kutipan:
Inu: Ampun, Jati! Sabar, Jati! Nih, baca. (Memberikan selembar kertas)
Jati: (Dengan segan menerima, kemudian tertegun ketika membacanya) “Maaf, kami sedang latihan akting menangis, jangan ganggu, ya! Trim’s!” Gila! Sudah! Selesai! Hentikan latihan gila-gilaan ini!

b.      Alur erat
Alur erat karena alurnya padat dan susul menyusul setiap kejadian.
c.       Alur tertutup
Alur tertutup karena penampilan kisahnya diakhiri dengan kepastian atau jelas. Terdapat pada kuitpan:
Semua tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah tingkah. (P. Hariyanto, hlm 19)

5.    Latar atau setting
a.    Latar tempat
Latar tempat yang terdapat pada drama “Tangis” ialah di sebuah taman atau halaman. Terdapat pada kutipan:
Pentas: menggambarkan sebuah taman atau halaman. (P. Hariyanto, hlm 17)
b.   Latar suasana
Latar suasana yang terdapat pada drama “Tangis” ialah tegang, tergambar pada saat terjadi konflik. Terdapat pada percakapan:
Jati: (Muncul, heran melihat situasi itu, kemudian marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis?
Inu: Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (Tertawa)
Jati: Kamu mampu tertawa sementara ketiga sahabatmu menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu?
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan nyata menderita!
Jati: Gila! Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu pribadimu yang sesungguhnya, Inu! (P. Hariyanto, hlm 18)
6.    Sudut pandang
Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam drama “Tangis” ialah sudut pandang orang ketiga serba tahu. Pengarang seolah-olah serba tahu sehingga pengarang dapat mengemukakan segala tingkah laku dan pikiran semua tokoh.
7.    Gaya bahasa
Gaya bahasa yang terdapat dalam drama “Tangis” ialah majas ekslamasio. Terdapat pada kutipan:
Gila! Sudah! Selesai! Hentikan latihan gila-gilaan ini!” (P. Hariyanto, hlm 18)


B.  Analisis Unsur Ekstrinsik
Nilai sosial
Nilai yang terdapat pada drama “Tangis” ialah nilai sosial. Terdapat pada kutipan berikut:
Fani dan Gina        :(Sedang menangis, dengan suara yang enak didengar, dengan komposisi yang sedap dipandang)
Hana            :(Muncul tertegun, mendekati kedua temannya) ada apa ini? Fani, Gina, mengapa menangis? Mengapa? Katakanlah, siapa tau aku dapat membantu. Ayolah Fani, apa yang terjadi ayolah, Gina, hentikan sebentar tangismu!
Fani dan Gina: (Tidak menggubris Hana. Mereka terus menangis secara memilukan.)
Hana            :Ya, Allah! Duka macam apa yang kau bebankan kepada kedua temanku ini? Apa yang harus kulakukan jika aku tidak tahu sama sekali persoalan semacam ini? Fani, Gina, sudahlah! Kita memang wanita sejati, tanpa ada seorang pun yang berani meragukan. Karena itu kita mempunyai hak istimewa untuk menangis. Namun, apupun persoalannya, tidak wajar membiarkan seorang sahabat kebingungan semacam ini sementara kalian berdua menikmati indahnya tangis dengan enaknya. Ayolah, hentikan tangis kalian. (P. Hariyanto, hlm 17)
Pada kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana pengarang menggambarkan nilai sosial. Nilai sosial tersebut, yakni sikap peduli terhadap sesama. Hana peduli terhadap temannya yang sedang menangis.




















BAB II
KAJIAN

Keterkaitan tokoh dengan amanat
Tokoh mengantarkan pada sebuah amanat
Inu ikut-ikutan menangis dan ingin membela teman-temannya yang sedang menangis tanpa mengetahui sebab mengapa teman-temannya menangis. Kemudian Inu tertawa-tawa sendiri setelah mengetahui bahwa teman-temannya ternyata cuma latihan akting menangis. Perilaku Inu tersebut mengantarkan pada sebuah amanat, yaitu janganlah ikut-ikutan menangis kalau tidak tahu penyebabnya. Dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Inu:  (Muncul tergopoh-gopoh) ada apa? Ada apa ini? Mereka mengganggu lagi? Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah aku akan menghadapinya!  (Mencari batu untuk senjata) tenanglah kalian. Kita mengaku bahwa kita memang makhluk lemah (mulai menangis), miskin, bodoh, dan tak punya daya.tetapi, itu tidak berarti bahwa kita dapat mereka hina secara semena-mena. (Sambil menangis) berapa kali mereka melakukannya? Huh, cacing pun menggeliat jika diinjak, apa lagi kita, manusia! Mungkin kini mereka akan gentar pada tekat perlawanan kita. Tetapi jangan puas, mereka harus diberi pelajaran agar tahu benar-benar bahwa kita bukan barang mainan. (Menangis) baiklah, akan kucari mereka dengan batu di tanganku! (Beranjak pergi)
Hana:(Menahan Inu seraya memberikan selembar kertas)                       
Inu    :(Menerima kertas itu, membacanya, bengong sesaat, kemudian geleng-geleng kepala dan tertawa-tawa sendiri. Diamatinya teman-temannya satu persatu sambil tersenyum-senyum) (P. Hariyanto, hlm 18)
















Sinopsis
TANGIS
Karya: P. Hariyanto

Perkenalan: Pentas menggambarkan sebuah taman atau halaman. Fani dan Gina sedang menangis. Kemudian Hana muncul ingin mengetahui apa yang terjadi. Namun, Fani dan Gina tidak menggubris. Mereka terus menangis secara memilukan.
Pertikaian: Hana pun kebingungan tidak tahu apa yang terjadi sehingga sahabatnya menangis dan meminta untuk menghentikan tangisannya.  Fani dan Gina pun menghentikan tangis. Gina memberikan selembar kertas kepada Hana, kemudian keduanya meneruskan tangisannya. Setelah Hana membaca tulisan pada kertas itu, kemudian ikut menangis juga.
Perumitan: Tiba-tiba Inu muncul kebingungan tidak tahu apa yang terjadi. Dia mengira ada yang mengganggu mereka dan ingin membela sambil ikut-kutan menangis. Kemudian pergi ingin mencari musuhnya. Namun ditahan Hana dan diberinya selembar kertas. Setelah membacanya Inu geleng-geleng kepala dan tertawa-tawa sendiri.
Klimaks: Jati muncul, heran melihat situasi itu dan kemudian marah kepada Inu. Ia benar-benar sangat marah kepada Inu dan berpikiran buruk terhadap Inu.
Penyelesaian: Kemudian Inu memberikan selembar kertas kepada Jati dan menyuruh membacanya. Dengan segan Jati menerima, kemudian tertegun ketika membacanya. Ternyata mereka latihan akting menangis.  Kemudian semua tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah tingkah.













DAFTAR PUSTAKA

Al-Azizy, Taufiqurrahman. 2013. 3 Wali 1 Bidadari. Jogjakarta: DIVA Press.
Rumadi, A. (Ed.). 1991. Kumpulan Drama Remaja. Jakarta: PT Grasindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar