BAB
I
ANALISIS
A.
Analisis
Unsur Intrinsik
1.
Tema
Tema dari novel “3 Wali 1 Bidadari”
adalah percintaan. Cinta di sini adalah cinta kepada Ilahi. Menceritakan
perjalanan seorang perempuan yang membentangkan lautan cintanya kepada Allah.
Awal mulanya ia tidak mau menikah karena hanya mencukupkan Allah sebagai
kekasihnya. Namun, pada akhirnya ia mau menikah juga karena Allah. Terdapat
pada kutipan berikut:
“Jika
menurut Abah saya harus menikah dengan seorang laki-laki, saya akan menikahinya
demi Allah Swt. Kalau begitu, carikan saya seorang laki-laki yang akan
mendampingi saya menuju Allah, Abah.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 129)
2.
Amanat
Amanat dari novel “3 Wali 1
Bidadari” secara implisit yaitu,
Jagalah cinta sebagai karunia yang
suci dari Allah agar tidak terkotori oleh nafsu!
Tergambar
pada kutipan berikut:
“Cinta
telah memalingkan hati dari Yang Maha dicinta, dan hati disorongkan hanya
kepada kekasih semu. Allah meniupkan ruh ke dalam jasad hamba-hamba-Nya dengan
menyertakan cinta, agar jiwa selalu rindu kepada-Nya.” (Taufiqurrahman al-Azizy,
hlm 97)
3.
Tokoh
dan penokohan
Tokoh yang terdapat pada novel “3
Wali 1 Bidadari” ialah Ghozali, Bilal Badrut Tamam, dan Arsyad Maulana Akbar
sebagai tiga wali, sedangkan sebagai bidadarinya ialah Asma Putri Fadhilah.
§ Tokoh
utama: Asma Putri Fadhilah, ia sangat cantik dan cerdas. Digambarkan secara
analitik oleh pengarang. Terdapat pada kutipan berikut:
“Tanda-tanda
kecerdasan dan keluhuran budi semakin lama semakin tampak pada diri Asma,
seiring dengan kecemerlangan wajahnya dan keelokan parasnya. Senyum si putri
sangat memikat, dan lesung pipinya membuat lama mata menatap.” (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 49)
§ Tokoh
pembantu: Ghozali, ia adalah mantan preman yang bertaubat. Digambarkan secara
dramatik oleh pengarang. Terdapat pada percakapan antara Ghozali dan Bawuk
berikut:
“Ssst…!
Jangan lupa, dia itu ustadz. Dia orang berilmu. Siapa tahu dia tahu rahasia kita, isi hati kita. Bahwa kau
mantan pencopet.” (Ghozali)
“Dan
kau preman yang bertaubat….” (Bawuk) (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 157)
4.
Alur
atau plot
a. Alur
maju
Pengarang
menceritakan secara berurutan dari perkenalan, pertikaian, perumitan, puncak
hingga penyelesaian. Dapat dibuktikan sesuai tahapan alur berikut:
§ Perkenalan:
Pengarang memulai sebuah cerita
dengan memperkenalkan latar, yaitu tempat tinggal tokoh. Terdapat pada kutipan berikut:
“Dari
tengah kota para wali, di sebuah bulan yang penuh berkah, kisah ini dimulai.
Ketika itu, Cirebon masih bersahabat.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 25)
§ Pertikaian:
Masalah mulai muncul ketika Asma
melihat tingkah laku teman-temannya yang aneh karena cinta terhadap lawan
jenis. Terdapat pada kutipan berikut:
“Di
kedalaman hatinya, Asma bahkan mulai bertanya-tanya tentang bahasa rindu dan
cinta dari seorang pemuda terhadap seorang gadis seperti Fatma, Nisa, dan
Halimah itu, dan sebaliknya. Ia pelajari tingkah laku mereka yang aneh.” (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 61)
§ Perumitan:
Masalah berkembang ketika Asma berdoa sebagaimana
doa yang pernah diucapkan oleh Rabiatul Adawiyah. Orang tuanya berpikir
macam-macam, mungkinkah anak mereka tidak mau menikah dan menjauhi kehidupan
dunia yang fana ini dan hanya ingin bertemu sang Khalik yang menguasai jagat
raya ini. Terdapat pada kutipan berikut:
“Ya Allah, jika Aku menyembah-Mu karena
takut kepada neraka, bakarlah aku di dalam neraka. Dan jika aku menyembah-Mu
karena mengharap surga, campakkanlah aku dari dalam surga. Tetapi jika aku
menyembah-Mu demi engkau semata, janganlah Engkau enggan memperlihatkan
keindahan wajah-Mu yang abadi kepadaku.
“Ya Allah, semua jerih payahku dan semua hasratku
diantara segala kesenangan dunia ini adalah untuk mengingat Engkau. Dan di
akhirat kelak, diantara segala kesenangan akhirat adalah untuk berjumpa dengan
Mu, begitulah halnya dengan diriku, seperti telah aku katakan. Kini, perbuatlah
seperti yang engkau kehendaki”
Kiai Baedlowi tersentak mendengar munajat Asma. Begitu
halnya dengan Nyai Syarifah. (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 86)
§ Puncak:
Puncak permasalahan ialah ketika
Asma tidak mau menikah dan mencukupkan Tuhan sebagai kekasihnya. Terdapat pada
kutipan berikut:
“Cukuplah
Allah menjadi kekasihku, Abah, dan karena itu aku tak ingin membelenggukan
cintaku kepada selain-Nya!”
“Abah,
nikahkanlah saya dengan Allah, bukan dengan selain-Nya.”
Mendengar
hal itu, Kiai Baedlowi pingsan seketika…. (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 99)
§ Penyelesaian:
Dengan ketulusan hati sang Abah Kiai
Baedlowi, yang tak henti-hentinya meminta nasehat dari para Kiai besar membuat
hati sang putri luluh. Asma pun mau menikah dan meminta agar ia dinikahkan
dengan seorang lelaki pilihan Abah untuk dijadikan sebagai seorang suami
seperti Abahnya, agar ia bisa menjadi seorang istri seperti uminya. Terdapat
pada kutipan berikut:
“Carikan
saya seorang suami seperti Abah, agar saya bisa menjadi seorang istri seperti
Umi.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 129)
b. Alur
tunggal
Tokoh
yang sering diceritakan dalam novel “3 Wali 1 Bidadari”
dari awal sampai akhir hanya satu, yaitu Asma Putri Fadhilah.
c. Alur
erat
Pengarang
menceritakan
dari awal kejadian sampai akhir secara terstruktur. Sejak Asma lahir, sekolah,
dan akhirnya ia menikah dengan lelaki pilihan Abahnya.
d. Alur
tertutup
Pengarang
mengakhiri cerita dengan happy ending.
Terdapat
pada kutipan berikut:
“Pada akhirnya, Afandi menikah
dengan Zubaidah. Bilal menikah dengan Yusrina. Dan Asma menikah dengan
Ghozali.” (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 412)
5.
Latar
atau setting
Latar terbagi tiga, yaitu:
a. Latar
tempat
Cirebon
“Dari tengah kota para wali, di sebuah bulan
yang penuh berkah, kisah ini dimulai. Ketika itu, Cirebon masih bersahabat.” (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 25)
b. Latar
waktu
Malam
hari
“Di
suatu malam, setelah Kiai Baedlowi dan Nyai Syarifah selesai bermunajat kepada
Allah Swt, mereka mendengar rintihan Asma dan sedu sedan tangisnya.” (Taufiqurrahman
al-Azizy, hlm 86)
c. Latar
suasana
Kebingungan
- Digambarkan
secara analitik, terdapat pada kutipan berikut:
“Asma
kebingungan. Tak mengerti.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 92)
- Digambarkan
secara dramatik, terdapat pada kutipan berikut:
“Aku
bingung menjawab pertanyaan itu, Mas.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 150)
6.
Sudut
Pandang
Sudut pandang pada novel “3 Wali 1
Bidadari” ialah sudut pandang orang ketiga. Sebagai bukti pengarang menggunakan nama tokoh secara
lansung,
yaitu Asma. Terdapat pada kutipan berikut:
“Ketika
Asma telah lulus dari sekolah dasar dengan nilai yang tinggi dan sangat
memuaskan, ia hampir selesai menghapal al-Qur’an.” (Taufiqurrahman al-Azizy,
hlm 49)
7.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa yang terdapat pada
novel “3 Wali 1 Bidadari” paling menonjol ialah majas personifikasi. Terdapat
pada kutipan berikut:
“Angin
pantai yang panas menjadi sendu ketika memeluk pohon-pohon dan mengipasi
dedaunan.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 25)
“Malam
telah larut, bulan bersenandung, dan bintang-bintang menari-nari. Kulihat bulan
itu seolah tersenyum dalam senadungnya, tetapi bintang-bintang itu menangis
dalam tariannya.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 182)
B. Analisis Unsur Ekstrinsik
Nilai
Agama
Nilai yang paling menonjol pada
novel “3 Wali 1 Bidadari” ialah nilai agama. Terdapat pada kutipan berikut:
“Kita
adalah umat Muhammad. Menikah berarti mengikuti sunnahnya. Menjadi muslim
berarti mengikuti sunnah nabinya. Dan, tak ada satu sunnah pun yang menyebutkan
bahwa membujang adalah sunnahnya!” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 93)
Pada kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana
pengarang menggambarkan nilai agama (Islam). Nilai agama tersebut berhubungan dengan suatu hukum atau aqidah
agama islam bahwa setiap muslim harus menikah.
BAB
II
KAJIAN
Keterkaitan
antara tokoh, alur, dan latar
Alur diperkuat oleh
tokoh dan latar
Tokoh utama Asma Putri
Fadhilah memperkuat adanya alur, yaitu pada akhirnya Asma menemukan
pasangannya. Tokoh dan alur tersebut diperkuat lagi dengan adanya latar di
Benda Kerep tempat diadakannya pesta pernikahan. Dibuktikan pada kutipan
berikut:
“Pada
akhirnya, Afandi menikah dengan Zubaidah. Bilal menikah dengan Yusrina. Dan
Asma menikah dengan Ghozali. Arsyad pun tak bisa membendung air matanya. Begitu
pula Kiai Baedlowi dan Nyai Syarifah. Kia Najmudin memeluk Kiai Baedlowi,
mengucapkan selamat, memberkahi pernikahan suci. Benda Kerep pun melanjutkan
pesta. Pesta dari hamba-hamba Tuhan yang selalu menautkan hati dan jiwanya
kepada kesucian Ilahi.” (Taufiqurrahman al-Azizy, hlm 412)
Sinopsis
NOVEL 3 WALI 1 BIDADARI
Karya: Taufiqurrahman al-Azizy
Perkenalan: Novel “3 Wali 1 Bidadari”
menceritakan mengenai Asma Putri Fadhilah, anak seorang Kiai besar di Cirebon
yang bernama Kiai Baedlowi dan anak seorang ibu yang shalehah bernama Nyai
Syarifah. Asma lahir di lingkungan pesantren yang penuh nuansa keagamaan.
Karena Asma adalah anak satu-satunya, maka Asma sangat disayangi dan dididik
sedemikian rupa sehingga menjadi anak yang shalehah yang berguna bagi orang
lain.
Pertikaian:
Awalnya Asma sempat tidak ingin menikah karena pada waktu pesantren Asma
melihat teman-temannya seperti Fatma yang sering senyum-senyum sendiri sembari
bola matanya menatap langit-langit bilik kamarnya. Hal itu dikarenakan Fatma
baru mendapatkan kiriman salam dari santri putera sedangkan Nisa sering
mengucapkan sesuatu disela-sela canda dan tawa bersama teman-temannya, tak lupa
ia menyelipkan satu nama seakan nama itu lebih indah untuk disebut-disebut
ketimbang Asma tuhan Yang Maha Kasih.
Perumitan: Lantas,
setelah melihat keadaan yang dialami teman-temanya tersebut dia pernah berdoa
sebagaimana doa yang pernah diucapkan oleh Rabiatul Adawiyah. Kiai Baidlowi
tersentak mendengar doa yang diucapkan oleh anaknya tersebut begitu juga halnya
Nyai Syarifah. Mereka berdua berpikir macam-macam mungkinkah anak mereka tidak
mau menikah dan menjauhi kehidupan dunia yang fana ini dan hanya ingin bertemu
sang Khalik yang menguasai jagat raya ini. Oleh sebab itulah dua orang
laki-laki yang bernama Aji yang merupakan anak seorang pejabat dan Ridho anak
seorang Kiai mengundurkan diri ketika ingin melamar Asma karena kagum melihat
kepribadian Asma.
Puncak: Asma
berjanji bahwa ia akan memilih jalan yang tidak dipilih oleh siapapun, menjadi
perawan suci. Ia enggan untuk menikah, hanya ingin mengabdi dan mencintai Allah
swt. Ia ingin mengikuti jejak dua wanita suci dalam Islam, Ibunda Maryam,
satu-satunya wanita yang kerap disebut namanya dalam kitab suci Al-Qur’an dan
Ibunda Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang perempuan suci nan mulia dari golongan kaum
sufi yang tak mau menikah dan mencukupkan Tuhan sebagai kekasihnya.
Penyelesaian: Namun, seiring berjalannya waktu,
dengan ketulusan hati sang Abah, Kiai Baedlowi, yang tak henti-hentinya meminta
nasehat dari para Kiai besar tentang keputusan yang telah diambil oleh
putrinya, akhirnya hati sang putri luluh dan meminta agar ia dinikahkan dengan
seorang lelaki pilihan Abah untuk dijadikan sebagai seorang suami seperti
Abahnya, agar ia bisa menjadi seorang istri seperti uminya.
Dua pemuda, Bilal dan Arsyad adalah lelaki yang dipilih oleh
Abah Faqih, guru Kiai Baedlowi. Masing-masing dari mereka memiliki background yang berbeda, Bilal, telah
memiliki calon istri yang sangat ia cintai semata karena Allah swt. Adapun
Arsyad, telah menutup hatinya untuk cinta selain kepada cinta yang hakiki.
Arsyad yang sebelumnya pernah menikah dengan seorang gadis cantik di desanya. Akan
tetapi, pernikahan itu hanya bertahan beberapa bulan saja dan berujung
perceraian.
Abah Faqih, meminta mereka untuk memenuhi acara pesta di
pesantren Benda Kerep dalam rangka walimatul ‘ursy putri Kiai Baedlowi, yang
akan menikah dengan salah satu diantara mereka. Tepat pada tanggal yang telah
ditentukan, keluarga besar kiai Baedlowi, Bilal, dan Arsyad, berangkat
meninggalkan kediaman masing-masing menuju Benda Kerep. Acara segera dimulai,
kini Abah Faqih menanyakan kepada Bilal maupun Arsyad, apakah mereka siap untuk
dinikahkan. Akan tetapi Bilal menjawab pertanyaan Abah dengan ragu-ragu, begitu
pula dengan Arsyad. Nampaknya Abah Faqih telah mengetahui jawaban mereka.
Kemudian dipanggillah seorang pemuda, yaitu seorang santri yang setia menemani
Kiai Baedlowi kemanapun beliau pergi, Ghozali namanya. Pada akhirnya, Asma
menikah dengan Ghozali, bukan dengan Bilal ataupun Arsyad.
BAB
I
ANALISIS
A. Analisis Unsur Intrinsik
1.
Tema
Tema dari naskah drama “Tangis”
ialah latihan akting menangis. Menceritakan berbagai kesalahpahaman akibat
tangisan beberapa orang dan ikut-ikutan menangis. Padahal tangisan mereka itu
hanyalah sandiwara atau latihan akting menangis. Terdapat pada kutipan:
“Maaf, kami sedang latihan akting menangis, jangan
ganggu, ya! Trim’s!”(P.Hariyanto, hlm 19)
2.
Amanat
Amanat drama “Tangis” secara
implisit yaitu,
Janganlah ikut-ikutan menangis
kalau tidak tahu penyebabnya! Tergambar pada saat masalah mulai memuncak:
“Ketika Inu kebingungan melihat Fani, Gina, dan Hana
menangis. Dia mengira ada yang mengganggu mereka dan ingin membela sambil
ikut-kutan menangis. Kemudian pergi ingin mencari musuhnya. Namun ditahan Hana
dan diberinya selembar kertas. Setelah membacanya Inu geleng-geleng kepala dan
tertawa-tawa sendiri.”
(P. Hariyanto, hlm 18)
3.
Tokoh
dan penokohan
Tokoh yang terdapat pada drama
“Tangis” ialah Fani, Gina, Hana, Inu, dan Jati. Namun, tokoh yang paling
menonjol ialah Inu dan Jati karena mereka yang paling banyak berdialog serta
membawakan tema.
§ Inu
merupakan tokoh yang suka bercanda. Digambarkan secara dramatik. Terdapat pada
percakapan berikut:
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan
nyata menderita! (P. Hariyanto, hlm 18)
§ Jati
merupakan tokoh yang pemarah. Digambarkan secara dramatik. Terdapat pada
percakapan berikut:
Jati: (Muncul,
heran melihat situasi itu, kemudian marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang,
Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja!
Senang, ya, dapat membuat orang lain menangis? (P. Hariyanto, hlm 18)
4.
Alur
a. Alur
maju
Alur yang digunakan
dalam drama “Tangis” yaitu alur maju karena peristiwa-peristiwa ditampilkan
secara kronologis, maju, secara runtut dari tahap perkenalan, pertikaian,
perumitan, klimaks, dan kemudian berakhir dengan penyelesaian. Dapat dibuktikan
dengan tahapan alur berikut:
§ Perkenalan
Pengarang memulai dengan
memperkenalkan latar. Terdapat pada kutipan:
Pentas:
Menggambarkan sebuah taman atau halaman.(P. Hariyanto, hlm 17)
§ Pertikaian
Masalah muncul ketika Hana meminta sahabatnya
untuk menghentikan tangisannya. Terdapat pada kutipan:
Hana: Ya, Tuhan!
Duka macam apakah yang Kaubebankan kepada kedua temanku ini? Dan apa yang harus
kulakukan bila aku tidak tahu sama sekali persoalannya semacam ini? Fani, Gina,
sudahlah! (P. Hariyanto, hlm 17)
§ Perumitan
Masalah berkembang saat Inu ingin
membela sahabatnya karena dia mengira ada yang mengganggu mereka dan sambil
ikut-kutan menangis. Terdapat pada kutipan:
Inu: Ada apa? Ada apa ini? Mereka mengganggu lagi?
Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah, aku yang akan menghadapinya. (P.
Hariyanto, hlm 18)
§ Klimaks
(konflik)
Jati benar-benar sangat marah
kepada Inu karena mengira bahwa Inu yang membuat sahabatnya menangis. Terdapat
pada percakapan berikut:
Jati: (Muncul, heran melihat situasi itu, kemudian
marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang
lain menangis?
Inu: Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (Tertawa)
Jati: Kamu mampu tertawa sementara ketiga sahabatmu
menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu?
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan
nyata menderita!
Jati: Gila!
Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu pribadimu yang sesungguhnya, Inu! (P.
Hariyanto, hlm 18)
§ Penyelesaian
Inu memberikan selembar kertas
kepada Jati untuk memberitahukan bahwa mereka latihan akting menangis. Terdapat
pada kutipan:
Inu:
Ampun, Jati! Sabar, Jati! Nih, baca. (Memberikan selembar kertas)
Jati:
(Dengan segan menerima, kemudian tertegun ketika membacanya) “Maaf, kami sedang
latihan akting menangis, jangan ganggu, ya! Trim’s!” Gila! Sudah! Selesai!
Hentikan latihan gila-gilaan ini!
b. Alur
erat
Alur erat karena alurnya padat dan susul menyusul
setiap kejadian.
c. Alur
tertutup
Alur tertutup karena penampilan kisahnya
diakhiri dengan kepastian atau jelas. Terdapat pada kuitpan:
Semua
tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah tingkah. (P. Hariyanto, hlm 19)
5.
Latar
atau setting
a.
Latar tempat
Latar tempat yang terdapat pada
drama “Tangis” ialah di sebuah taman atau halaman. Terdapat pada kutipan:
Pentas:
menggambarkan sebuah taman atau halaman. (P. Hariyanto, hlm 17)
b.
Latar suasana
Latar suasana yang terdapat pada
drama “Tangis” ialah tegang, tergambar pada saat terjadi konflik. Terdapat pada
percakapan:
Jati: (Muncul, heran melihat situasi itu, kemudian
marah kepada Inu) Inu! Kau apakan mereka?
Inu: Tenang, Jati. Tidak ada apa-apa!
Jati: Enak saja! Senang, ya, dapat membuat orang
lain menangis?
Inu: Hei, bukan aku penyebabnya, Jati! (Tertawa)
Jati: Kamu mampu
tertawa sementara ketiga sahabatmu menangis duka. Di mana perasaanmu, Inu?
Inu: Jati, apakah setiap tangis itu duka?
Jati: Tetapi mereka jelas nampak menderita!
Inu: (Tertawa) Tampak menderita tidak sama dengan
nyata menderita!
Jati: Gila!
Tidak kusangka! Aku kini tahu mutu pribadimu yang sesungguhnya, Inu! (P. Hariyanto,
hlm 18)
6.
Sudut
pandang
Sudut
pandang yang digunakan pengarang dalam drama “Tangis” ialah sudut pandang orang
ketiga serba tahu. Pengarang seolah-olah serba tahu sehingga pengarang dapat
mengemukakan segala tingkah laku dan pikiran semua tokoh.
7.
Gaya
bahasa
Gaya bahasa yang terdapat dalam
drama “Tangis” ialah majas ekslamasio. Terdapat pada kutipan:
“Gila!
Sudah! Selesai! Hentikan latihan gila-gilaan ini!” (P. Hariyanto, hlm 18)
B. Analisis Unsur Ekstrinsik
Nilai
sosial
Nilai
yang terdapat pada drama “Tangis” ialah nilai sosial. Terdapat pada kutipan
berikut:
Fani dan Gina :(Sedang
menangis, dengan suara yang enak didengar, dengan komposisi yang sedap
dipandang)
Hana :(Muncul
tertegun, mendekati kedua temannya) ada apa ini? Fani, Gina, mengapa menangis?
Mengapa? Katakanlah, siapa tau aku dapat membantu. Ayolah Fani, apa yang
terjadi ayolah, Gina, hentikan sebentar tangismu!
Fani dan Gina: (Tidak menggubris Hana. Mereka terus
menangis secara memilukan.)
Hana :Ya,
Allah! Duka macam apa yang kau bebankan kepada kedua temanku ini? Apa yang
harus kulakukan jika aku tidak tahu sama sekali persoalan semacam ini? Fani,
Gina, sudahlah! Kita memang wanita sejati, tanpa ada seorang pun yang berani
meragukan. Karena itu kita mempunyai hak istimewa untuk menangis. Namun, apupun
persoalannya, tidak wajar membiarkan seorang sahabat kebingungan semacam ini
sementara kalian berdua menikmati indahnya tangis dengan enaknya. Ayolah,
hentikan tangis kalian. (P. Hariyanto, hlm 17)
Pada
kutipan tersebut dapat dilihat bagaimana pengarang menggambarkan nilai sosial.
Nilai sosial tersebut, yakni sikap peduli terhadap sesama. Hana peduli terhadap
temannya yang sedang menangis.
BAB
II
KAJIAN
Keterkaitan
tokoh dengan amanat
Tokoh mengantarkan pada sebuah amanat
Inu ikut-ikutan menangis dan ingin
membela teman-temannya yang sedang menangis tanpa mengetahui sebab mengapa
teman-temannya menangis. Kemudian Inu tertawa-tawa sendiri setelah mengetahui
bahwa teman-temannya ternyata cuma latihan akting menangis. Perilaku Inu
tersebut mengantarkan pada sebuah amanat, yaitu janganlah ikut-ikutan menangis
kalau tidak tahu penyebabnya. Dapat dibuktikan pada kutipan berikut:
Inu: (Muncul tergopoh-gopoh) ada apa? Ada apa ini?
Mereka mengganggu lagi? Gila! Mereka memang terlalu! Sudahlah aku akan
menghadapinya! (Mencari batu untuk senjata) tenanglah kalian. Kita
mengaku bahwa kita memang makhluk lemah (mulai menangis), miskin, bodoh, dan
tak punya daya.tetapi, itu tidak berarti bahwa kita dapat mereka hina secara
semena-mena. (Sambil menangis) berapa kali mereka melakukannya? Huh, cacing pun
menggeliat jika diinjak, apa lagi kita, manusia! Mungkin kini mereka akan
gentar pada tekat perlawanan kita. Tetapi jangan puas, mereka harus diberi
pelajaran agar tahu benar-benar bahwa kita bukan barang mainan. (Menangis)
baiklah, akan kucari mereka dengan batu di tanganku! (Beranjak pergi)
Hana:(Menahan Inu seraya memberikan
selembar kertas)
Inu :(Menerima
kertas itu, membacanya, bengong sesaat, kemudian geleng-geleng kepala dan tertawa-tawa
sendiri. Diamatinya teman-temannya satu persatu sambil tersenyum-senyum) (P. Hariyanto, hlm 18)
Sinopsis
TANGIS
Karya: P. Hariyanto
Perkenalan:
Pentas menggambarkan sebuah taman atau halaman. Fani dan Gina sedang menangis.
Kemudian Hana muncul ingin mengetahui apa yang terjadi. Namun, Fani dan Gina
tidak menggubris. Mereka terus menangis secara memilukan.
Pertikaian:
Hana pun kebingungan tidak tahu apa yang terjadi sehingga sahabatnya menangis
dan meminta untuk menghentikan tangisannya.
Fani dan Gina pun menghentikan tangis. Gina memberikan selembar kertas
kepada Hana, kemudian keduanya meneruskan tangisannya. Setelah Hana membaca
tulisan pada kertas itu, kemudian ikut menangis juga.
Perumitan:
Tiba-tiba Inu muncul kebingungan tidak tahu apa yang terjadi. Dia mengira ada
yang mengganggu mereka dan ingin membela sambil ikut-kutan menangis. Kemudian
pergi ingin mencari musuhnya. Namun ditahan Hana dan diberinya selembar kertas.
Setelah membacanya Inu geleng-geleng kepala dan tertawa-tawa sendiri.
Klimaks:
Jati
muncul, heran melihat situasi itu dan kemudian marah kepada Inu. Ia benar-benar
sangat marah kepada Inu dan berpikiran buruk terhadap Inu.
Penyelesaian:
Kemudian Inu memberikan selembar kertas kepada Jati dan menyuruh membacanya. Dengan
segan Jati menerima, kemudian tertegun ketika membacanya. Ternyata mereka
latihan akting menangis. Kemudian semua
tertawa terbahak-bahak, sementara Jati salah tingkah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Azizy, Taufiqurrahman. 2013. 3 Wali 1 Bidadari. Jogjakarta: DIVA
Press.
Rumadi, A. (Ed.). 1991. Kumpulan Drama Remaja. Jakarta: PT
Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar