Selasa, 09 Juni 2015

APRESIASI DRAMA


APRESIASI DAN EKSPRESI SASTRA
APRESIASI DRAMA

Dosen Pengajar :
Dwi Wahyu Candra Dewi, S.Pd., M.Pd.



 






Disusun Oleh :

NOOR JANAH
A1B112006


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMSIN
2014



APRESIASI DRAMA
1.    Pengantar Drama
Dalam konteks kajian sastra drama menjadi salah satu genre sastra. Ada tiga jenis genre sastra: puisi, prosa dan drama. Drama merupakan bagian dari kajian sastra. Maka muatan-muatan subtstansial yang ada dalam drama penting untuk digali dan diungkapkan serta dihayati. Kegiatan menggali, mengungkapkan dan menghayati ini merupakan satu kerja akademis yang disebut apresiasi drama.
2.    Pengertian Apresiasi Drama
Sebelum mengenal lebih jauh tentang bagaimana apresiasi drama, alangkah baiknya kalau kita mengenal terlebih dahulu dari segi arti apresiasi dan drama.
a)    Pengertian apresiasi menurut beberapa tokoh, sebagai berikut:
·      Aminudin (1987:34) mengemukakan bahwa apresiasi mengandung makna pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin, dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi dikembangkan dengan menumbuhkan sikap sungguh-sungguh dan melaksanakan kegiatan apresiasi sebagai bagian hidupnya dan sebagai satu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaniahnya.
·      Henry Guntur Tarigan (1984: 233) apresiasi sastra adalah penaksiran kualitas karya sastra serta pemberian nilai yang wajar kepadanya berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang jelas, sadar, serta kritis. Apresiasi satra sangat erat kaitannya dengan kritik sastra, yang merupakan penelitian hasil dari pengamatan.
b)   Pengertian drama menurut beberapa tokoh, sebagai berikut:
·      Drama berasal dari akar tunjang “drama” dari bahasa Greek (Yunani Kuno) drau yang berarti melakukan (action) atau berbuat sesuatu (Ahmadi, 1990).
·      Wiyanto (2002:1) sedikit berbeda, katanya drama dari bahasa Yunani, dram, artinya bergerak.kiranya, gerak dan aksi adalah mirip. Jadi, tindakan dan gerak merupakan cirri utama drama. Tiap drama mesti ada gerak dan aksi, yang menentukan lakon.
c)    Pengertian apresiasi drama menurut beberapa tokoh, sebagai berikut:
·      Herman J. Waluyo (2002: 44) berpendapat bahwa apresiasi biasanya dikaitkan dengan seni. Apresiasi drama berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan drama, yaitu mendengar dan berakting dengan penuh penghayatan yang sungguh-sungguh. Kegiatan ini membuat orang mampu memahami drama secara mendalam, merasakan cerita yang ditayangkan, serta mampu menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam drama dan menghargai drama sebagai seni dengan kelebihan dan kelemahannya.
·      Howes (1986:6-7) pengajar drama perlu menerapkan beberapa strategi pengayaan, yaitu: (1) diskusi kelas. Diskusi dapat diawali dengan menonton rekaman drama; (2) kunci pemaknaan adalah pemahaman karakter tokoh; (3) perhatikan tata panggung, seperti  tata lampu, amat penting sebagai pendukung makna; (4) bentuk-bentuk teatrikal juga mendukung tema serta karakter tokoh, (5) pemahaman ditingkatkan dengan menarik minat dan perhatian subjek didik. Pengayaan dimaksudkan untuk menambah kepekaan apresiasi dan kelak mampu bermain drama.
·      Ardiana (1990) mengapresiasi karya drama seharusnya dilakukan dengan mengakrabi, menggauli dengan sungguh-sungguh drama itu, agar memperoleh pengalaman yag hakiki. Mengakrabi drama mengandung  makna bahwa subjek didik harus membaca, menonton, mencermati drama itu, memahaminya, menikmatinya, menghargainya, mengenal secara mendalam terhadap pengalaman manusia yang indah dalam drama.
Kesimpulan dari beberapa pendapat tersebut, bahwa apresiasi drama adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan drama sehingga membuat orang tersebut mampu memahami drama secara mendalam dan mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam drama tersebut.
Ciri-ciri orang yang telah memiliki apresiasi sastra, di antaranya: (a) berusaha dengan sekuat daya, tanpa paksaan malahan dengan suka rela, mencari buku-buku kaya sastra dan membacanya; (b) selalu menyarankan kepada teman-temannya untuk membaca buku-buku sastra yang dianggapnya relatif dan bermutu baik; (c) bahan yang telah dibacanya itu dipersoalkan, didiskusikan dengan teman-temannya atau dengan orang lain; (d) menyediakan waktu yang cukup untuk dapat membaca lebih banyak, (e) berusaha selalu mendapatkan hasil-hasil sastra mutakhir baik berupa buku, majalah, maupun dari siaran radio, dan televisi
Apresiasi drama dapat dan harus dipandang sebagai suatu sarana memanusiakan manusia, terdorong dengan tiba-tiba kearah imajinasi, untuk mengerti, untuk menyadari, dan dengan penuh kepastian ke arah tahu jati diri. Lebih bagus lagi kalau apresiasi itu menumbuhkan: (a) rasa ingin tahu tentang kehidupan dibalik drama itu; (b) ingin berlatih menjadi dramawan, ingin menjadi seperti tokoh-tokoh, (c) muncul rasa mendalam bahwa hidup itu seperti tergambar dalam drama, ada yang keras, lembut, galak, menggoda, penuh tantangan, dll. Dengan apresiasi orang dapat memahami, drama itu penting tidak bagi hidupnya. Seringan apapun drama itu tentu ada kepentingan bagi kehidupan.
3.    Unsur-unsur Drama
1)   UnsurIntrinsik
Unsur intrinsik sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu tokoh, penokohan, alur, setting, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat.
a)    Tokoh
Tokoh merupakan individu yang terdapat pada drama tersebut. dalam drama itu sendiri. Ada dua macam tokoh, yaitu tokoh utama dan tokoh figuran.
b)   Penokohan
Penokohan adalah sifat atau karakter dari setiap tokoh yang main atau tokoh yang ikut serta dalam drama. Penokohan biasa terbagi menjadi 3, yaitu protagonis, antagonis dan tritagonis.
c)    Alur
Alur sering juga disebut jalan cerita. Alur dalam beberapa drama berbeda beda ada yang merupakan alur maju, ada juga yang merupakan alur mundur, tetapi ada juga yang merupakan alur maju dan mundur.
d)   SettingLatar
Setting terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu setting waktu, setting tempat, setting suasana, setting budaya.
e)    SudutPandang
Sudut pandang terbagi menjadi sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua, dan sudut pandang orang ketiga.
f)    GayaBahasa
Gaya Bahasa merupakan suatu bahasa yang digunakan untuk berdialog antar pemain atau antar tokoh.
g)   Tema
Tema merupakan ide dasar atau patokan untuk membuat suatu drama.
h)   Amanat
Amanat merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis atau pembuat dari dialog atau pembuat dari drama tersebut untuk dimengerti oleh penonton.
2)      Unsur Ekstrinsik
• Pimpinan produksi atau Pimpro (bertanggung jawab atas kelangsungan suatu drama)
•Sutradara
• Tim Kreatif
• Make up
• Tata Busana / Kostum
• Sound system
• Organisasi pendukung lainnya dalam pementasan suatu drama
4.    Jenis-jenis Drama
1)   Jenis drama berdasarkan penyajian lakon dapat dikategorikan menjadi 8 jenis, yaitu;
a)    Drama Tragedi (cerita duka) adalah drama yang penuh kesedihan.
b)   Drama Komedi (cerita lucu) adalah drama penggeli hati. Drama ini penuh kelucuan yang menimbulkan tawa penonton.
c)    Drama Tragedikomedi adalah perpaduan antara drama tragedi dan komedi. Isi lakonnya penuh cerita sedih, tetapi juga mengandung hal-hal yang menggembirakan dan menggelitik hati. Sedih dan gembira silih berganti.
d)   Drama Opera adalah drama yang dialognya dinyanyikan dengan iringan musik.
e)     Drama Melodrama adalah drama yang dialognya diucapkan dengan iringan melodi/musik.
f)    Drama Farce adalah drama yang menyerupai dalegan, tetapi tidak sepenuhnya dalegan. Cerita berpola komedi. Gelak tawa dimunculkan lewat kata dan perbuatan.
g)   Drama Tablo adalah jenis drama yang mengutamakan gerak. Para pemainnya tidak mengucapkan dialog, tetapi hanya melakukan gerakan-gerakan. Jalan cerita dapat diketahui lewat gerakan-gerakan itu.
h)   Drama Sendratari adalah gabungan antara seni drama dan seni tari.
2)   Jenis drama berdasarkan sarana/alat yang digunakan untuk menyampaikan kepada penikmat (penonton, pemirsa, atau pendengar), drama dapat dibedakan menjadi 6 jenis, yaitu;
a)    Drama panggung, dimainkan oleh para aktor di panggung pertunjukan. Penonton berada di sekitar panggung dan dapat menikmati secara langsung dengan melihat perbuatan para aktor, mendengarkan dialog, dan dapat meraba kalau mau dan boleh.
b)   Drama radio, tidak bisa dilihat dan diraba tetapi hanya bisa didengarkan oleh penikmat.
c)    Drama televisi, dapat didengar dan dilihat (meskipun hanya gambar). Hampir sama dengan drama panggung, hanya bedanya drama televisi tak dapat diraba. Drama televisi dapat ditayangkan langsung dan dapat pula direkam dulu lalu ditayangkan kapan saja sesuai dengan program acara televisi.
d)    Drama film, hampir sama dengan drama televisi. Bedanya, drama film menggunakan layar lebar dan biasanya dipertunjukkan di bioskop. Namun, drama film dapat pula ditayangkan dari studio televisi sehingga penonton dapat menikmati di rumah masing-masing.
e)    Drama wayang, ciri khas tontonan drama adalah ada cerita dialog. Karena itu, semua bentuk tontonan yang mengandung cerita disebut juga drama, termasuk tontonan wayang kulit (jawa) atau wayang golek (sunda). Para tokoh digambarkan dengan wayang (boneka kecil) yang dimainkan oleh dalang.
f)    Drama boneka, hampir sama dengan wayang. Bedanya, dalam drama boneka para tokoh digambarkan dengan boneka yang dimainkan oleh beberapa orang. Bahkan, kalau bonekanya besar (di dalamnya ada orang) boneka itu dapat bermain sendiri tanpa dimainkan dalang.
3)   Jenis drama berdasarkan kuantitas cakapannya dibagi menjadi 3 jenis, yaitu;
a)    Pantomim, yaitu drama tanpa kata-kata.
b)   Minikata, yaitu drama yang menggunakan sedikit kata-kata.
c)    Dialog monolog, yaitu drama yang menggunakan banyak kata-kata.
4)   Jenis drama berdasarkan bentuk sastra cakapnya dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
a)    Drama Puisi, yaitu drama yang sebagian besar cakapannya disusun dalam bentuk puisi atau menggunakan unsur-unsur puisi.


5.    Pembelajaran Apresiasi Drama
Moody (dalam Suminto A. Sayuti, 1985: 197) pengajaran sastra membekali para siswa dengan empat keterampilan, yakni mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran apresiasi drama memang lebih menekankan pada keterampilan berbicara, tetapi tidak menutup kemungkinan, bahwa menedengar (pada menyimak pementasan drama), membaca (berlatih dialog/naskah drama), dan menulis (menulis teks naskah drama/scenario). Jadi, keempat-empatnya saling berkaitan.
Grove (dalam Aminudin, 1991: 34) memberikan pengertian bahwa (1) pengenalan melalui perasaan atau kepekaan batin; dan (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan pengarang. Apresiasi melibatkan 3 unsur inti yakni: (1) aspek kognitif, (2) aspek emotif, dan (3) aspek eveluativ.
Squire dan Taba (dalam Aminuddin, 1991: 34) Aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan, keterlibatan intelegensi pembaca dalam memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif. Penilaian sebuah karya sastra itu bisa dilaksanakan apabila dia sudah membaca atau menonton dalam hal ini sebuah pementasan drama. Baik buruknya sebuah pementasan drama bergantung pada bagaimana unsur-unsur pendukung dalam drama dapat berperan secara pas sesuai dengan karakter masing-masing tokoh.
Apresiasi drama dapat dilakukan dengan memahami drama secara mendalami, merasakan cerita yang ditayangkan, serta mampu menyerap dan  mengkaji nilai-nilai ekstrinsik dan intrinsik yang terkandung dalam drama dan menghargai drama sebagai seni dengan kelebihan dan kelemahannya dari naskah yang dibuat atau dari jalan main pememtasan drama.
6.    Jenis-Jenis Apresiasi Drama
a)    Apresiasi langsung
Berhadapan atau interaksi secara langsung dengan karya sastra drama baik dalam bentuk teks tertulis maupun dalam bentuk pementasan.
b)   Apresiasi drama tidak langsung
Ketika belajar teori drama, sejarah drama, kritik drama. Baik dalam sekolah, kuliah maupun belajar sendiri melalui buku maupun surat kabar dan majalah sastra.
Dari sisi sifat:
1.    Bersifat reseftif: menerima,ketika membaca naskah drama sudah melakukan apresiasi karena sudah mengenal. Menerima pengalaman batin naskah drama.
2.    Produktif: menghasilkan karya kreatif baik dalam bentuk teks maupun pementasan. Pada awalnya drama berupa teks. Akhirnya berkembang kepementasan. Membuat teks drama berarti sudah mengapresiasi.
7.    Tingkatan Apresiasi
Disick (dalam Herman J. Waluyo, 2002: 45) menyebutkan bahwa apresiasi berhubungan dengan sikap dan nilai. Beliau juga menyebutkan adanya empat tingkatan apresiasi, yaitu sebagai berikut:
a)    Tingkatmenggemari
Seseorang yang baru sampai pada tingkat menggemari, keterlibatan batinnya belum kuat. Dia baru terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan drama. Jika ada drama dia akan senang membaca. Jika ada acara pembacaan drama, secara langsung atau berupa siaran tunda di televisi, ia akan menyediakan waktu untuk menontonnya.
b)   Tingkatmenikmati
Keterlibatan batin pembaca terhadap drama sudah semakin mendalam. Pemirsa akan ikut sedih, terharu, bahagia, dan sebagainya ketika melihat drama mampu menikmati keindahan yang ada dalam drama itu secara kritis.
c)    Tingkatmereaksi
Sikap kritis terhadap drama lebih menonjol karena ia telah mampu menafsirkan dan mampu menilai baik-buruknya sebuah drama. Penafsiran drama mampu menyatakan pemahaman drama dan menunjukkan di mana letak pemahaman tersebut. Demikian juga, jika seseorang dalam mengapresiasi dapat menyatakan kekurangan suatu drama, orang tersebut akan mampu menunjukkan di mana letak kekurangan tersebut.
d)   Tingkatproduktif
Apresiator drama mampu menghasilkan, mengkritik, dan membuat resensi terhadap sebuah drama secara tertulis. Dengan kata lain, ada produk yang dihasilkan oleh seseorang yang berkaitan dengan drama.
8.    Cara mengapresiasi Sastra
a)    Apresiasi Sastra Secara Reseptif
Dalam apresiasi sastra, drama dapat diapresiasikan secara reseptif. Apresiasi drama secara reseptif dapat dilakukan dengan cara membaca, mendengarkan, dan menyaksikan pementasan drama
b)   Apresiasi Sastra Secara Produktif
Dalam apresiasi sastra, drama dapat diapresiasikan secara produktif. Apresiasi drama secara produktif dapat dilakukan dengan cara membuat naskah drama.
Daftar Pustaka
Buku:
Aminuddin. 2011. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Anwar, Effendi, Memen Durachman,dkk.2001. Pengajaran Apresiasi Satra . Jakarta : Universitas Terbuka.
Endraswara Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Jakarta: PT. Buku Seru.
Internet:

1 komentar:

  1. terimakasih banyak sangat bermanfaat dan semoga berkah, amin :)
    salam budaya

    BalasHapus