ILMU
SOSIAL BUDAYA DASAR
Manusia,
Nilai, Moral dan Hukum
Dosen
Pembimbing : DR. Herry Porda N.P., M.Pd
Nama
Kelompok :
Ananda
Amilia A1B112082
Dini
Ervina A1B112055
Noor
Janah A1B112006
Norjanah
Hasan A1B112089
Hafiz
Zairullah A1B112019
PENDIDIKAN
BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
2012-2013
A. Hakikat Nilai Moral dalam Kehidupan
Manusia
1.
Pengertian
Nilai, Etika, Moral, dan Hukum
Nilai adalah sesuatu
yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu
itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia.
Nilai merupakan sesuatu
yang abstrak dan hanya bisa dipikirkan, difahami dan dihayati. Nilai berkaitan
dengan cita-cita, harapan, keyakinan, dan hal-hal lain yang bersifat batiniah.
Jadi, nilai adalah suatu kualitas yang merujuk pada sifat yang ideal dan
berkaitan dengan istilah “apa yang seharusnya” atau sollen.
Nilai adalah “ prinsip
umum tingkah laku abstrak yang ada dalam alam pikiran anggota-anggota kelompok
yang merupakan komitmen yang positif dan standar untuk memertimbangkan tindakan
dan tujuan tertentu. Fungsi nilai adalah sebagai pedoman, pendorong tingkah
laku manusia dalam hidup.
Etika (ethos) berasal dari bahasa Yunani yang
artinya adat kebiasaan. Begitu pula dengan moral yang berasal dari kata Latin (mos, miros) yang artinya juga adat
kebiasaan. Etika dan moral dibedakan dari kaidah istilah dan ajarannya. Istilah
etika digunakan untuk menyebut ilmu dan prinsip dasar penilaian bai-buruknya
perilaku manusia atau berisi tentang kajian ilmiah terhadap ajaran moral
tersebut, yaitu untuk member landasan kritis tentang mengapa orang dituntut
untuk tidak melanggar aturan-aturan masyrakat, seperti tidak mencuri, bersaksi
palsu, dan sebagainya, sedangkan istilah moral digunakan untuk menunjuk aturan
dan norma yang lebih konkret bagi penilaian baik-buruknya perilaku manusia.
Ajaran moral berisi nasihat-nasihat konkret supaya manusia hidup lebih baik.
Norma merupakan kaidah
atau aturan-aturan yang berisi petunjuk tentang tingkah laku yang harus atau
tidak boleh dilakukan oleh manusia dan bersifat mengikat. Mengikat disini
berarti seseorang wajib mentaati semua aturan yang berlaku dilingkungannya.
Hukum adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurusi
tata tertib suatu masyarakat dan harus ditaati oleh masyrakat tersebut. Dengan
kata lain, bahwa hukum berisi perintah-perintah dan larangan-larangan serta
sanksi yang tegas bagi mereka yang melanggar peraturan-peraturan tersebut.
Norma dalam kehidupan :
1. Norma
Agama
-
Berasal dari Tuhan Yang Maha Esa
-
Tercantum dalam kitab suci setiap agama
-
Pelanggaran terhadap norm agama
merupakan perbuatan dosa yang akan mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan atau
ajaran agama yang bersangkutan
-
Agar para pemeluk agama tidak melakukan
pelanggaran terhadap ajaran agama, mereka harus beriman dan bertaqwa.
-
Tujuan : terciptanya masyarakat yang
agamis, tertib, tenteram, rukun, damai dan sejahtera, sehingga persatuan dan
kesatuan dalam masyarakat dapat terwujud.
2. Norma
Masyarkat/Sosial
-
Bersumber dari masyarakat sendiri
-
Pelanggaran atas norma sosial akan
berakibat pengucilan dari pergaulan masyarakat
-
Manusia dalam hidup bermasyarakat harus
mengetahui, memahami, dan menyadari adanya norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat lingkungannya, kemudian melaksanakan norma-norma tersebut dengan
sebaik-baiknya
-
Dengan terpatuhinya norma sosial, kan
tercipta masyarakat yang saling menghormati dan saling menghargai.
3. Norma
Kesusilaan
-
Berasal dari diri setiap manusia
-
Pelanggaran atas norma ini akan
menimbulkan rasa penyesalan
-
Dalam kehidupan sehari-hari sebaiknya
setiap individu berusaha agar setiap sikap, ucapan, dan perilakunya selalu
dijiwai oleh nilai-nilai atau norma-norma agama, kesopanan dan hukum
4. Norma
Hukum
-
Berasal dari negara
-
Pelanggaran atas norma ini akan dikenai
hukuman sesuai demgan peraturan yang
berlaku
-
Pelanggaran norma hukum dalam masyarakat
akan memicu berbagai kerusuhan dan perbuatan amoral yang tidak bertanggung
jawab, sehingga bepengaruh atau berakibat buruk bagi masyarakat.
2.
Ciri-ciri
Nilai
Sifat-sifat
nilai menurut Bambang Daroeso (1986) adalah sebagai berikut :
a. Nilai
itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia.
b. Nilai
memiliki sifat normative, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan
suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen).
c. Nilai
berfungsi sebagai daya dorong atau motivator dan manusia adalah pendukung
nilai.
3.
Macam-macam
Nilai
Dalam
filsafat, nilai dibedakan dalam tiga macam, yaitu :
a. Nilai
logika adalah nilai benar salah.
b. Nilai
estetika adalah nilai indah tidak indah.
c. Nilai
etika/moral adalah nilai baik buruk.
Notonegoro
(dalam Kaelan, 2000) menyebutkan adanya tiga macam
nilai,yaitu :
a.
Nilai
material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan
jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b.
Nilai
vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c.
Nilai
kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia.
Nilai kerohanian
meliputi :
1)
Nilai kebenaran yang bersumber pada akal
(rasio, budi, cipta) manusia.
2)
Nilai keindahan atau nilai estetis yang
bersumber pada unsure perasaan (emotion) manusia.
3)
Nilai kebaikan atau nilai moral yang
bersumber pada unsure kehendak (karsa, Will) manusia.
Nilai religious yang
merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada
kepercayaan atau keyakinan manusia.
4. Proses Terbentuknya Nilai, Etika,
Moral, Norma dan Hukum dalam Masyarakat dan Negara
Proses
terbentuknya nilai, etika, moral, norma, dan hukum meruapakan proses yang
berjalanmelalui suatu kebiasaan (habitus) untuk berbuat baik, suatu disposisi
batin untuk berbuat baik yang tertanam karena dilatihkan, suatu kesiapsediaan
untuk bertindak secara baik, dan kualitas jiwa yang baik dalam membantu kita
untuk hidup secara benar.
Etika
keutamaan (nilai, etika, moral, norma, dan hukum) lebih mengandalkan pada
adanya latihan dan bukan begitu saja muncul dari dalam diri manusia. Akan
tetapi, mungkinsaja ada manusia yang
memiliki potensi keutamaan sudah dari kodratnya. Namun begitu, biar
bagaimanapun juga perlu adanya adanya latihan untuk memunculkan potensi
tersebut sebagai suatu keutamaan dan perlu pembiasaan-pembiasaan agar lebih
meneguhkan keutamaan yang dimilikinya.
Seseorang
akan dinilai baik atau buruk sebagai manusia dilihat dari moralitas yang
dimiliknya, karena moralitas memiliki otoritas
tertinggi dalm penilaian manusia sebagai manusia.
Salah
satu mekanisme yang dapat membentuk jati diri yang berkualitas adalah keutamaan
nilai, norma dan etika. Dengan keutamaan moral, seseorang membentuk dirinya
sendiri bukan karena pengaruh luar belaka.
5.
Dialektika
Hukum dan Moral dalam Masyarakat dan Negara
Hukum dapat dikatakan
adil atau tidak tergantung dari wilayah penilaian moral. Hukum disebut adil
bila secara moral memang adil. Norma moral dan norma hukum sebenarnya tidak terpisahkan
karena ukuran keadilan suatu hukum bukan hanya ditentukan oleh norma moral, dan
bukan norma hukum sendiri. Hukum tidak bisa menilai dirinya sendiri apakah
hukum itu adil atau tidak, namun hukum sendiri harus menilai bahwa semestinya
sifat dari hukuman itu adalah adil.
Aturan hidup bersama
yang diajdikan norma hukum, nilai, dan etika dalam masyarakat dijelaskan dengan
melihat hubungan antara hukum itu sendiri dengan moralitas. Hubungan tersebut
berupa hukum yang terkandung norma-norma moral, artinya bahwa hukum meruapakan
ungkapan moralitas sosial masyarakat tertentu yang pelaksanaannya dapat
dituntut dan pelanggarannya mendapatkan sanksi. Akan tetapi, tidak semua norma
moral perlu dan dapat dijadikan sebagai norma hukum karena moral menyangkut aspek
batiniah (motivasi, idealisasi, dan sistem keyakinan), sedangkan hukum
menyangkut aspek lahiriah (denda, sanksi, detail perilaku yang diperbolehkan
dan yang tidak diperbolehkan). Kalau demikian, berarti moralitas mendasari
hukum.
Moralitas dikatakan mendasari
hukum berarti hukum yang tidak sesuai dengan norma moral secara moral sah untuk
ditolak atau tidak ditaati, misalnya kalau ada hukum yang tidak seimbang antara
pelanggaran hukum yang dilakukan dengan denda atau hukuman yang didapatkan,
moralitas menyarankan agar hukum tersebut dihapus saja. Karena moralitas
mengajarkan sifat yang mendasar sebagai criteria untuk menentukan apakah suatu
perilaku disebut baik atau tidak, adil atau tidak, maksudnya lebih dari norma
agama dan hukum, atau sopan santun.
6.
Perwujudan
Nilai, Etika, Moral, dan Norma dalam Kehidupan Masyarakat dan Negara
Perwujudan nilai-nilai,
etika, moral, dan norma dalam keyakinan iman bisa saja diterapkan sebagai hukum
jika norma moral yang terkandung didalamnya bersifat universal. Artinya, dalam
keyakinan iman yang lain pun tercermin norma moral yang kurang lebih sama.
Misalnya, norma moral yang terkandung dalam agama untuk menghormati agama lain
dengan cara member toleransi itu sifatnya universal. Oleh karena itu, norma
tersebut bisa saja diterapkan kedalam hukum. Akan tetapi, jika nilai-nilai
dalam keyakinan iman sifatnya local, norma tersebut tidak bisa diterapkan
menjadi sebuah hukum yang berlaku untuk seluruh masyarakat majemuk. Oleh karena
itu, etika, moral, norma, dan nilai sering menjadi tuntutan dalam kehidupan
masyarakat supaya kita dapat bertingkah laku dengan baik.
7.
Tuntutan
dan Sanksi Moral, Norma Hukum dalam Masyarakat Bernegara
Kriteria
untuk menilai baik buruknya manusia adalah aturan dan prinsip-prinsip yang
berlaku dalam masyarakatnya. Orang tidak tertantang untuk melakukan kebaikan
yang mengatasi aturan. Kasarnya, orang hanya melakukan kebaikan kalau itu
merupakan sebuah perintah atau larangan. Tidak ada kewajiban dan aturan berarti
tidak ada tindakan kebaikan. Oleh karena itu, pada umumnya apabila seseorang
telah melakukan kesalahan di dalam masyarakat, tuntutan dan sanksi yang akan
diterimanya adalah dikucilkan, merasa dipermalukan, dicap orang sebagai orang
yang tidak tahu aturan dan lain sebgainya.
8.
Keadilan,
Ketertiban, dan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Wujud Masyarakat Bermoral dan
Menaati Hukum
Aristoteles memberikan
contoh keutamaan moral, yaitu :
a. Keberanian,
yaitu orang dihindarkan dari sifat nekat dan pengecut.
b. Ugahari
(prinsip secukupnya, kesederhanaan, empan papan), yaitu orang dihindarkan dari
kelaparan dan kekenyangan.
c. Keadilan
Kualitas manusia tidak
ditentukan oleh keahlian atau kemampuan yang dia miliki melainkan oleh kualitas
watak pribadinya. Seseorang dianggap baik hanya secara moral memang dia baik.
Oleh karena itu, sebagai warga masyarakat yang bai seharusnya bisa mentaati dan
mematuhi norma dan nilai yang berlaku, sehingga kita bisa menjadi warga yang
bermoral dan beretika. Dengan sikap moralitas yang tinggi, akan terwujud
keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan dalam masyarakat. Jadi, moralitas
memiliki otoritas tertinggi untuk menilai apakah seseorang itu baik atau tidak
sebagai manusia.
9.
Nilai
Moral sebagai Sumber Budaya dan Kebudayaan
Cirri
utama suatu masyarakat manusia adalah suatu kebudayaan sebagai hasil berbagai
karya, rasa dan cipta manusia selaku mahluk berakal baik untuk melindungi
dirinya sendiri dari keganasan alam maupun dalam rangka menaklukkannya ataupun
untuk menyelenggarakan hubungan hidup bermasyarakat secara tertib dan utuh.
Karakter utama kebudayaan adalah memanusikan manusia.
Kebudayaan
memiliki tiga dimensi, yaitu hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia
dengan alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Hubungan pertama dan kedua
selalu berkembang namun hubungan yang ketiga bersifat konstan. Orang yang
bermoral adalah orang yang berbudaya. Moral diperlukan untuk memahami kehidupan
yang baik, khususnya dalam hubungan horizontal antar sesama.
9.1 Nilai Moral sebagai Sumber
Budaya
Ada
dua jenis sumber etika atau moral, yaitu dari Tuhan Yang Maha Esa (etika atau
moral kodrat) dan dari manusia (etika atau moral budaya). Kebudayaan paling
sedikit memiliki tiga wujud yaitu :
1. Keseluruhan
ide, gagasan, nilai, norma, peraturan dan sebagainya yang berfungsi mengatur,
mengendalikan, dan member arah pada kelakuan dan perbuatan manusia dalam
masyarakat yang disebut adat tata kelakuan (nilai-nilai insani atau moral).
2. Keseluruhan
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat yang disebut sistem
sosial (nilai-nilai insani atau moral).
3. Benda
hasil karya manusia, bend-benda hasil karya manusia disebut kebudayan fisik,
misalnya pabrik baja, candi Borobudur, pesawat udara dan computer (nilai
estetika).
Suatu budaya terkadang
hanya berlaku pada suatu daerah dan juga terkadang pandangan budaya bersifat
relative kualitasnya. Artinya, ada yang mendukung dan ada yang tidak mendukung,
sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya atau tradisi tersebut, ada yang baik
dan ada yang buruk. Namun, secara umum, kita sebagai bangsa Timur mempunyai
kesamaan dalam hal penilaian budaya. Seseorang bisa dikatakan tidak bermoral
jika dia melanggar budaya atau tradisi yang berlaku di tempatnya. Cukup pantas
jika kita mengatakan bahwa budaya sebagai moral dan moral sebagi budaya.
9.2 Nilai Moral sebagai Rujukan
Nilai Budaya
Etika adalah nilai-nilai
berupa norma-norma moral yang menjadi pedoman hidup bagi seseorang atau
kelompok orang yang berperilaku atau berbuat. Etika dalam arti disini disebut
sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya merupakan gambaran perilaku baik,
benar, dan bermanfaat yang terdapat dalam pikiran.
9.3 Nilai Moral sebagai Nilai-Nilai
Luhur Budaya Bangsa
Nilai moral adalah nilai atau hasul
perbuatan yang baik, sedangkan norma moral adlah norma yang berisi cara
bagaimana berbuat baik. Moral bersifat kodrati, sejak diciptakan, manusia sudah
dibekali dengan sifat-sifat yang baik, jujur, dan adil. Apabila kita terus
menerus berbuat baik sehingga terbiasa dan membudaya akan menyebabkan kita
disebut orang yang beradab. Perbuatan bermoral selalu menjadi acuan dalam hidup
bermasyarakat dan berfungsi sebagai pengayaan terhadap sistem nilai budaya yang
sudah ada.selagi manusia berpegang pada sistem nilai budaya, akan selalu
terwujud ketertiban, kedamaian, ketentraman, dan kesejahteraan.
9.4 Nilai Moral sebagai Hasil
Penilaian
Kebudayaan dalam kaitannya dengan
ilmu sosial budaya dasar adalah penciptaan, penertiban, dan pengelolaan
nilai-nilai insane, tercakup dalam usaha memanusiakan diri di dalam alam
lingkungan, baik fisik maupun sosial. Sebagai makhluk budaya, manusia dibekali
oleh Tuhan dengan akal, nurani, dan kehendak di dalam dirinya. Yang membedakan
adalah perwujudan budaya karena lingkungan yang berbeda menurut keadaan waktu
dan tempat. Perwujudan budaya dapat dilakukan dengan menekankan pada semua unsure
akal, nurani, dan kehendak sebagai satu kesatuan yang utuh. Maka muncullah
pernyataan tentang peradaban dan kebudayaan. Apabila perwujudan penekanannya
pada akal dapat disebut dengan peradaban tinggi dan rendah karena diukur dengan
tingkat berfikir manusia. Perwujudan budaya penekanannya pada akal, nurani, dan
kehendak sebagai satu kesatuan yang utuh dapat disebut dengan kebudayaan tinggi
dan rendah karena diukur dengan manfaatnya bagi manusia. Apabila kebudayaan
dihubungkan dengan peradaban akan muncul pernyataan walaupun peradaban rendah
belum tentu kebudayaan rendah.
9.5 Nilai Moral sebagai Nilai
Objektif dan Nilai Subjektif Bangsa
Sistem nilai mengandung tiga unsure,
yaitu norma moral sebagai acuan perilaku, keberlakuan norma moral hasilnya
perbuatan baik dan nilai-niai sebagai produk perbuatan berdasarkan norma moral.
Sistem nilai budaya akan dipahami dan dipatuhi oleh orang lain atau kelompok
masyarakat apabila diwujudkan dalam perbuatn yang nyata yang dapat dapat
dijadikan teladan. Apabila yang berbuat adalah tokoh atau pemimpin dalam
masyarakat, sistem ini cepat berkembang dan diikuti oleh anggota masyarakat
sehingga menjadi terbiasa dan membudaya. Hal ini disebut budaya masyarakat.
9.6 Nilai Moral sebagai Kebudayaan
dan Peradaban sebagai Nilai Masyarakat
Menilai artinya memberi pertimbangan
bahwa sesuatu itu bermanfaat atau tidak, baik atau buruk, dan benar atau salah.
Hasil penilaian tersebut disebut nilai. Hasil karya manusia memiliki nilai
estetika, sedangkan adat tata kelakuan dan sistem sosial memiliiki nilai etika.
Manusia selalu menghendaki nilai yang baik daripada yang buruk.
Konsepsi-konsepsi tentang nilai yang hidup dalam pikiran sebagian besar warga
masayarakat membentuk sistem nilai budaya. Sistem nilai budaya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dalam tingkatan yang paling
abstrak. Sistem tata kelakuan lain yang tingkatnya lebih konkret seperti
peraturan hum dan norma-norma semuanya berpedoman pada sistem nilai budaya
tersebut. Sistem nilai budaya tersebut adalah pengalaman hidup yang berlangsung
dalam kurun waktu yang lama sehingga menjadi kebiasaan yang berpola. Sistem
yang sudah berpola merupakan gambaran sikap, pikiran, dan tingkah laku yang
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perbuatan. Sistem nilai ini adalah produk
budaya hasil pengalaman hidup yang berlngsung terus menerus, terbiasa yang
akhirnya disepakati bersama sebagai pedoman hidup mereka, dan sebagai identitas
kelompok masyarakat.
B. Problematika Pembinaan Nilai Moral
1. Pengaruh Kehidupan Keluarga dalam Pembinaan
Nilai Moral
Keluarga sangat penting
bagi pembinaan nilai moral anak. Hal ini karena dalam keluargalah, pendidikan
pertama dan utama anak sebelum memasuki dunia pendidikan dan masyarkat.
Kehidupan keluarga yang baik akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan nilai
moral anak kearah yang baik. Sebaliknya, kehidupan keluarga yang tidak baik
akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan nilai moral anak kearah yang tidak
baik.
Keluarga
sebagai bagian dari masyarakat, terpengaruh oleh tuntutan kemajuan yang terjadi,
namun masih banyak orang yang meyakini bahwa nilai moral itu hidup dan dibangun
dalam lingkungan keluarga keluarga.
Sering
kali pada keluarga yang broken home
atau pada keluarga yang kedua orang tuanya bekerja berakibat pada penurunan
intensitas hubungan antara anak dengan orang tua. Dalam lingkungan yang kurang
baik dn kadang menegangkan ini seorang anak sangat sulit untuk membangun
nilai-nilainya secara jelas.
Karakter
pekerjaan orang tua dan hubngannya dengan keluarga telah berubah secara
dahsyat. Saat ini merupakan fakta, banyak anak yang tidak mengetahui hal-hal
yang dikerjakan orang tua diluar rumah untuk mencari penghasilannya. Anak
jarang melihat apa yang dikerjakan orang tua dan tidak mendapat infoemasi yang
cukup melalui diskusi yang bermakna tentang hakikat suatu karier baik
permasalahan maupun keberhasilannya. Dengan kata lain problema utama bagi
kehidupan orang tua yang bekerja terletak pada tingkat komunikasi dengan
anak-anaknya.
2. Pengaruh Teman Sebaya Terhadap
Pembinaan Nilai Moral
Sebagai
makhluk sosial, anak pasti punya teman, dan pergaulan dengan teman akan
menambah pembendaharaan informasi yang akhirnya akan mempengaruhi berbagai
jenis kepercayaan yng dimilikinya. Kumpulan kepercayaan yang dimiliki anak akan
membentuk sikap yang dapat mendorong untuk memilih atau menolak sesuatu.
Sikap-sikap yang mengkristal pada diri anak akan menjadi nilai dan nilai
tersebut akan berpengaruh pada perilakunya.
Setiap
orang yang menjadi teman anak akan menampilkan kebiasaan yang dimilikinya,
pengaruh pertemanan ini akan berdampak positif manakala isu dan kebiasaan teman
itu positif pula, sebaliknya akan berdaampak negative bila sikap dan tabiat
yang ditampilkan memang buruk. Pertemanan yang paling berpengaruh timbul dari
teman sebaya, karena diantara mereka relative lebih terbuka, dan intensitas
pergaulannya relative sering, baik disekolah/kampus maupun dalam lingkungan
masyarakat. Bukan sesuatu yang mustahil bila upaya mencoba perilaku buruk
lainnya disebabkan pula karena pengruh teman sebaya.
3. Pengaruh Figur Otoritas Terhadap
Perkembangan Nilai Moral Individu
Jika
seorang anak mengungkapkan kebingungannya dihadapan orang dewasa, maka dapat
dipridiksi reaksi orang dewasa tersebut, langsung ataupun tidak langsung, orang
dewasa akan berusaha menunjukkan jalan mana yang paling bijak dan paling benar
atau menuinjukkan jalan yang baik bagi anak atau remaja tersebut. Orang dewasa
mempunyai pemikiran bahwa fungsi utama dalam menjalin hubungan dengan anak-anak
adalah member tahu sesuatu kepada mereka. Member tahu apa yang harus mereka
lakukan, kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, di mana harus dilakukan,
seberapa sering harus dilakukan dan juga kapan harus melakukannya. Jika anak
ini menolak maka dapat dipastikan anak itu digolongkan tidak taat, kurang ajar,
atau pembangkang. Dengan kata lain, orang dewasa hanya menambahkan berbagai
nilai atau norma yang sudah ada pada anka baik yang didpatnya dari sekolah,
tokoh politik, guru ngaji, buku bacaan, radio, televisi, film, koran, majalah,
maupun anak-anak lainnya. Lembaga pendiidkan juga perlu mengupayakan agar
peserta didik mampu menemukan nilai dirinya tanpa harus bertentangan dengan
nilai-nilai yang hidup dan berkembang di masyarakat.
4. Pengaruh Media Komunikasi Terhadap
Perkembangan Nilai Moral
Yang
sangat berpengaruh terhadap nilai atau norma dan pandangan hidup biasanya
didpat dari hasil yang sangat dramatis, baik dari radio, film, televise, VCD,
majalah, anak terbiasa melihat dan menyimak pandangan hidup yang bervariasi,
bahkan banyak diantara pandangn dan nilai kehidupan tersebut dalam kehidupan
keluarga tidak akan mereka temui. Sekarang persoalan fornografi, seksualitas,
dan kekersan disuguhkan secara terbuka. Bahkan adegan-adegan yang benar
dipandang immoral dilakukan oleh orang-orang yang tampaknya berpendidikan
tinggi, sementra semua orang menonton, menyimak dan mencernanya. Sudah tentu
anak akan memumngut sejumlah gagasan atau nilai dari semua ini baik nilai-nilai
positif dan termasuk pengaruh negatifnya.
5. Pengaruh Otak atau Berfikir
Terhadap Perkembangan Nilai Moral
Kalau
kita mengobservsi situasi kelas, akan sering kita temukan perkataan guru/dosen
yang menyatakan kepada mahasiswa bahwa “kamu sebaiknya” atau “kamu seharusnya”
agar perilaku mereka berubah. Dalam lingkungan pendidikan seperti ini, peserta
akan belajar tentang sesuatu yang diinginkan guru/dosen, dan biasanya mahasiswa
hanya menunjukkan respons yang sederhana. Apabila mereka diberi kesempatan
untuk berfikir dan memilih responsnya sendiri setiap hari, tanpa disadari akan
terjadi pertumbuhan atau kematangan, meskipun mereka tidak mengkritisi hal yang
sama, namun mereka sama-sama sedang tumbuh dan berubah.
Dalam
konteks pendidikan, berfikir dimaknai sebagai proses yang berhubungan dengan
penyelidikan dan pembuatan keputusan. Dimana pun keputusan diambil,
pertimbangan nilai pasti terlibat, dan dimana pun penyelidikan berlangsung akan
selalu melibatkan tujuan.
Kant
menganjurkan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1. Untuk
mengajarkan proses dan keterampilan berpikir rasional.
2. Untuk
mengembangkan individu yang mampu memilih tujuan dan keputusan yang baik secara
bebas. (Kama, 2000, hlm. 61).
Dengan demikian,
pendidikan tentang nilai moral yang menggunakan pendekatan berpikir dan lebih
berorientasi pada upaya-upaya untuk mengklarifikasi nilai moral sangat
dimungkinkan bila melihat eratnya hubungan antara berpikir dengan nilai itu
sendiri, meskipun diakui bahwa ada pendekatan lain dalam pendidikan nilai yang
memiliki orientasi yang berbeda.
6. Pengaruh Informasi Terhadap
Perkembangan Nilai Moral
Setiap
hari manusia mendapatkan informasi, informasi ini berpengaruh terhadap sistem
keyakinan yang dimilki oleh individu, baik infoemasi itu diterima secara
keseluruhan, diterima sebagian atau ditolak semuanya, namun bagaimanapun
informasi itu ditolak akan menguatkan keyakinan yang telah ada pada individu
tersebut. Apabila informs baru tersebut telah diterima individu serta mengubah
atau menguatkan keyakinannya, maka akan terbentuklah sikap.
ISBD
sebagai sebuah studi yang membahas problema sosial dan budaya sebaiknya bukan
hanya menambah informasi nilai, moral, dan kaidah-kaidah hukum kepada
mahasiswa, tetapi lebih memfasilitasi mereka agar konflik nilai, konflik moral,
dan lemahnya supremasi hukum dapat dikritisi, dianalisis, dan dicari solusinya,
sehingga kebingungan nilai, tidak jelasnya rujukan dan orientasi moral akan
dapat dikurangi.
C. Manusia dan Hukum
Dalam hidupnya, manusia
tidak pernah terlepas dari hukum. Setiap sikap dan perilakunya termsuk tutur
kata senantiasa diawasi dan dikontrol oleh hukum yang berlaku. Kehidupan
manusia sehari-hari berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku. Bagi manusia
yang mematuhi hukum akan selamat, sedangkan bagi manusia yang tidak mematuhi
hukum akan mendapat sanksi atau hukuman.
Manusia yang sadar
hukum akan selalu bersikap dan bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Manusia tersebut juga akan senantiasa mentaati peraturan lalu lintas, seperti
memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), membawa Surat Tanda No Kendaraan (STNK),
dan mamakai helm standar bagi pengendara sepeda motor. Hal ini ia lakukan agar
tidak kena tilang (bukti pelanggaran)
kalau sedang ada razia.
DAFTAR
PUSTAKA
Rafiek,
Muhammad. 2011. Ilmu Sosial Budaya Dasar.Yogyakarta:
Pustaka Prisma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar